kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45933,94   -29,79   -3.09%
  • EMAS1.321.000 0,46%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini 6 rekomendasi ekonom CORE terhadap kebijakan sektor manufaktur


Rabu, 28 Juli 2021 / 07:45 WIB
Ini 6 rekomendasi ekonom CORE terhadap kebijakan sektor manufaktur


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom  Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Ina Primiana merekomendasikan sejumlah kebijakan agar industri manufaktur tetap tumbuh optimal di tengah pandemi Covid-19.

Pertama, keberpihakan nyata pemerintah pada industri dalam negeri dengan peluang terjadinya pandemi. Misalnya dimasa pandemic seluruh kegiatan termasuk pendidikan dijalankan secara online, hal ini akan berdampak pada tingkat permintaan komputer, laptop, atau tablet.

Langkah Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan dinilai sudah tepat agar  Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim membeli komputer, laptop atau tablet buatan lokal adalah keputusan yang sangat tepat.

Baca Juga: Industri manufaktur menunjukkan geliat ekspresif di tengah pandemi Covid-19

“Sebetulnya kebijakan ini yang sangat ditunggu-tunggu oleh industri dalam negeri agar tidak selalu tidak selalu mengutamakan barang impor seperti selama ini terjadi,” kata Ina dalam sesi diskusi virtual, Selasa (27/7).

Kedua, menjaga agar industri esensial bisa tetap produksi dan terus tumbuh dengan protokol kesehatan yang ketat diawasi dan dikomunikasikan kepada Polisi dan Satpol PP terutama yang sudah memiliki izin operasional dan mobilitas kegiatan industri. Bila industri tidak ketat protocol kesehatan, maka dapat ditindak lanjut secara tegas.

Ketiga, menjaga agar industri esensial bisa tetap produksi dan terus tumbuh dengan protokol kesehatan yang ketat diawasi dan dikomunikasikan kepada Polisi dan Satpol PP terutama yang sudah memiliki izin operasional dan mobilitas kegiatan industri.

Keempat, mengakselerasi program substitusi impor untuk peningkatan penggunaan produk dalam negeri dapat dilakukan dengan menghemat belanja modal dan belanja barang misalnya pada industri dengan nilai impor tinggi, antara lain industri mesin (Rp 308 triliun), industri kimia (Rp 299 triliun), industri logam (Rp 242 triliun), Industri elektronika (Rp 231 triliun), industri makanan (Rp 140 triliun) dan lain-lain. Nilai impor pada 2020 sebesar Rp 1/527 triliun, di mana 88%nya adalah impor industry pengolahan.

Kelima, memprioritaskan belanja pemerintah pada industry yang sudah menerapkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). “Jadi ini bagus juga Kementerian atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa didorong untuk menggunakan belanjaanya untuk produk dalam negeri yang masuk dalam e-katalog,” ujar Ina.

Baca Juga: Indonesia dan Jepang kerja sama kembangkan kualitas SDM industri otomotif

Keenam, Ina juga menyebut pemerintah harus melanjutkan insentif/relaksasi bagi industri yang terkena Covid. Keenam yaitu memprioritaskan belanja pemerintah pada industri yang sudah menerapkan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

“Bila poin-poin di atas dijalankan maka tentunya akan meningkatkan kapasitas produksi  yang pada 2020 belum mencapai 70%. Jadi kalau bisa sampai 80%, peningkatan itu akan berdampak pada penyerapan tenaga kerja, peningkatan ekspor, peningkatan produk belanja dalam negeri, mengurangi devisa, dan dapat meningkatkan kemandirian bangsa,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet Using Psychology-Based Sales Tactic to Increase Omzet

[X]
×