kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.455.000   12.000   0,83%
  • USD/IDR 15.155   87,00   0,57%
  • IDX 7.743   -162,39   -2,05%
  • KOMPAS100 1.193   -15,01   -1,24%
  • LQ45 973   -6,48   -0,66%
  • ISSI 227   -2,76   -1,20%
  • IDX30 497   -3,22   -0,64%
  • IDXHIDIV20 600   -2,04   -0,34%
  • IDX80 136   -0,80   -0,58%
  • IDXV30 141   0,18   0,13%
  • IDXQ30 166   -0,60   -0,36%

Ingin longgarkan aturan paten di UU Cipta Kerja, ini alasan pemerintah


Kamis, 20 Februari 2020 / 05:40 WIB
Ingin longgarkan aturan paten di UU Cipta Kerja, ini alasan pemerintah


Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar

KONTAN.CO.ID - Pemerintah akan melonggarkan aturan penggunaan hak paten di Indonesia di Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja. Pelonggaran aturan hak paten ini bertujuan untuk mendorong masuknya investasi asing yang ingin menjadikan Indonesia sebatas sebagai tempat produksi atawa maklun produk mereka.

Hal ini menjadi pertimbangan pemerintah menghapus kewajiban pemegang hak paten untuk membuat produk dan menggunakan proses produksi di Indonesia. Pemerintah ingin aturan ini memudahkan masuknya investasi asing khususnya produsen bahan baku farmasi di Indonesia.

Aturan mengenai hak paten yang dianggap menghambat investasi adalah Pasal 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten.

Baca Juga: Penyebab pengembangan riset di Indonesia tertinggal jauh dari negara lain

Pada Pasal 20 ini berisi dua ayat: Pertama, pemegang (hak) Paten wajib membuat produk atau menggunakan proses di Indonesia.

Kedua, membuat produk atau menggunakan proses sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menunjang 
transfer teknologi, penyerapan investasi dan/ atau penyediaan lapangan kerja.

Dua ayat dua pasal inilah yang membuat pemikik hak paten khususnya industri global enggan masuk Indonesia. Karena dengan aturan ini mereka "dipaksa" untuk berbagi penerapan proses produksi dengan transfer teknologi kepada pihak Indonesia. Apalagi dengan catatan penyerapan investasi dan penyediaan lapangan pekerjaan.

Akibatnya, "Sejak adanya UU Hak Paten berjalan, sampai sekarang industri  farmasi tidak bertambah," kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Senin (17/2).

Baca Juga: Kemenperin dorong percepatan pembangunan kawasan industri

Karena itulah di omnibus law RUU Cipta Kerja, khusunya pasal 108 huruf B dan pasal 110 resmi mencabut pasal 20 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten. 

Mentero Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menceritakan, berdasarkan aturan itu Kementerian Perindustrian telah mengubah Direktur Jenderal (Dirjen) Kimia menjadi Dirjen Farmasi agar bisa mengurangi substitusi impor.

Baca Juga: Pemerintah pastikan UMKM di bawah Rp 10 miliar tertutup bagi investasi asing

"Yang kami dorong paten tidak harus di Indonesia. Contohnya salah satu obat yang di teliti di Indonesia dan diharapkan mereka mendaftarkan paten di Indonesia karena menggunakan sample-sample dari Indonesia, ternyata oleh perushaan induk investasinya tetap dilakukan di Prancis. Ini tentu tidak pas.," katanya.

Pemerintah berharap penghapusan pasal ini Indonesia bisa mendapatkan perlakuan yang sama dengan negara lain atau resi prokal sehingga memudahkan dalam produksi produk farmasi. 

Baca Juga: Banyak masalah investasi terkendala regulasi pemda, ini yang akan dilakukan BKPM
 
Dengan regulasi lama kalau ada penemuan virus, tidak otomatis bisa kita sharing karena mereka maunya resi procal. Kalau paten resi procal best practise sama dengan negara lain maka mereka akan mudah sharing," terang Airlangga. 

Airlangga mengharapkan dengan perubahan aturan itu Indonesia bisa mendapatkan substitusi impor produk bahan baku farmasi.

Baca Juga: Target Airlangga Hartarto RUU Cipta Kerja disahkan EoDB RI naik ke 51

Airlangga juga bilang dirinya sudah bicara dengan Pak Bambang Kesowo (Mantan Sekretaris Negara dan ahli hak paten) mengenai hal ini. Karena itu ia optimistis aturan baru ini bisa diterima dan menguntungkan bagi Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×