kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.855   57,00   0,36%
  • IDX 7.134   -26,98   -0,38%
  • KOMPAS100 1.094   -0,62   -0,06%
  • LQ45 868   -3,96   -0,45%
  • ISSI 217   0,66   0,31%
  • IDX30 444   -2,90   -0,65%
  • IDXHIDIV20 536   -4,36   -0,81%
  • IDX80 126   -0,06   -0,05%
  • IDXV30 134   -2,14   -1,58%
  • IDXQ30 148   -1,23   -0,83%

Penyebab pengembangan riset di Indonesia tertinggal jauh dari negara lain


Kamis, 30 Januari 2020 / 18:17 WIB
Penyebab pengembangan riset di Indonesia tertinggal jauh dari negara lain


Reporter: Abdul Basith | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan lembaga riset Indonesia masih tertinggal.

Hal itu terlihat dari dari indeks inovasi global sebesar 29,72 dari skala 0 hingga 100. Berdasarkan angka itu Indonesia hanya bertengger di posisi 85 dalam hal inovasi. "Kapasitas inovasi Indonesia masih rendah. Indonesia peringkat 85 dari 129 negara," ujar Bambang saat pembukaan rapat kerja nasional Kemristek/BRIN, Kamis (30/1).

Baca Juga: Konsolidasikan anggaran, ada dana Rp 27,1 triliun siap digunakan Badan Riset Nasional

Hal itu disebabkan oleh berbagai masalah yang dihadapi Indonesia. Antara lain dana penelitian dan pengembangan yang masih rendah sekitar 0,2% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Angka tersebut mayoritas masih berasal dari pemerintah. Sebesar 84% anggaran litbang berasal dari pemerintah sementara porsi swasta hanya sebesar 8%. Selain itu anggaran pemerintah pun tersebar di sejumlah unit. Sehingga memungkinkan terjadinya duplikasi dalam penelitian sehingga terjadi inefisiensi.

Baca Juga: Makroekonomi Indonesia Stagnan, Rating Utang Tak Mudah Kian Membaik

Bambang juga mengungkapkan bahwa jumlah paten dan publikasi sains dan teknologi di tingkat global masih rendah. Hal itu didorong oleh infrastruktur litbang yang masih terbatas. "Jumlah Sumber Daya Manusia (SDM) di bidang Iptek hanya sekitar 14,08% yang berkualifikasi doktor atau S3," terang Bambang.

Ekosistem inovasi juga diungkapkan masih belum tercipta sehingga menghambat hilirisasi dan komersialisasi penelitian. Kolaborasi penelitian, pemerintah, dan dunia usah harus dibangun dan ditingkatkan kapasitasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×