Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru merilis peraturan OJK yang terlihat dalam POJK No. 12/POJK.03/2021 Tahun 2021 tentang Bank Umum pada Kamis (19/8). Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana bilang, dalam beleid ini mempertegas definisi mengenai bank digital.
OJK mengklaim, tidak akan mendikotomikan bank yang telah memiliki layanan digital, bank yang bertransformasi menjadi bank digital, maupun pendirian bank digital baru. Heru menyebut, merujuk undang-undang yang berlaku hanya ada bank umum dan bank perkreditan rakyat (BPR).
“Namun dalam POJK yang baru, kami menyatakan bank digital adalah bank yang melakukan transaksi-transaksi secara elektronik. Tentunya bank itu tidak perlu punya cabang banyak, tapi punya satu kantor pusat, dan satu itu saja cukup,” jelas dia secara virtual pada Kamis (19/8).
Lebih lanjut dia bilang, meski memiliki satu kantor, bank sepenuhnya menjalankan bisnis secara digital. Lebih jauh, POJK teranyar ini juga mengatur terkait pendirian bank baru memiliki modal inti minimum Rp 10 triliun, begitupun pendirian bank digital baru.
Baca Juga: Sah, OJK rilis dua aturan terkait bank umum dan bank digital
Angka itu keluar seiring dengan pesatnya pertumbuhan industri perbankan di Indonesia. Terlebih penguatan kelembagaan, tata kelola, dan operasional membutuhkan modal. Heru menyebut berdasarkan penelitian OJK, bank baru dengan modal di bawah Rp 10 triliun, meski bisa mencetak laba tapi tidak akan memiliki kontribusi kepada perekonomian nasional.
“Apakah bank yang sudah melayani digital, perlu tambah modal? Tidak, karena dalam peraturan kami sebelumnya, terkait konsolidasi, kami inginkan bank paling tidak punya modal Rp 3 triliun,” paparnya.
Bagi bank yang sudah ada dan ingin bertransformasi menjadi bank digital maka harus menyampaikan kepada regulator. Setelah itu, OJK akan melihat dan evaluasi kemampuan bank tersebut mengelola risiko termasuk kapasitas teknologi. Tujuannya untuk melindungi nasabah di tengah semakin besarnya ancaman kejahatan siber saat ini.
OJK mencatat, saat ini terdapat tujuh bank yang sedang dalam proses perizinan untuk bertransformasi menjadi bank digital. Ketujuh bank tersebut diantaranya Bank BCA Digital, PT BRI Agroniaga Tbk, PT Bank Neo Commerce Tbk, PT Bank Capital Tbk, PT Bank Harda Internasional, PT Bank QNB Indonesia Tbk, dan PT Bank KEB Hana.
BRI Agro (AGRO) mencatatkan modal inti senilai Rp 4,21 triliun pada Juni 2021. Nilai itu tumbuh 2,03% secara year on year (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2020 yang sebesar Rp 4,13 triliun.
PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) sebagai induk perusahaan pun berkomitmen akan memenuhi ketentuan yang akan dirilis oleh OJK.
“BRI saat ini sedang mempersiapkan BRI Agro menjadi digital attacker untuk menghadirkan solusi layanan digital. Untuk mewujudkan hal tersebut, BRI Agro akan memenuhi dan patuh terhadap peraturan serta persyaratan yang ditetapkan regulator,” ujar Sekretaris Perusahaan BRI Aestika Oryza Gunarto kepada Kontan.co.id, Rabu (18/8).
Adapun Bank Capital (BACA) akan memanggil para pemegang saham untuk meminta persetujuan menggelar aksi penguatan modal melalui penawaran umum terbatas (PUT) IV dengan memberikan Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu alias rights issue.
Hingga Juni 2021, Bank Capital memiliki modal inti sebesar Rp 1,51 triliun, naik 8,63% yoy dari periode yang sama tahun lalu yang senilai Rp 1,39 triliun.
“Tetap akan dilakukan tahun ini untuk memenuhi ketentuan OJK melalui rights issue,” tegas Direktur Utama Bank Capital Wahyu Aji kepada Kontan.co.id.
Baca Juga: Aturan main bakal dirilis, begini posisi modal inti bank digital per Juni 2021
Adapun PT Bank Digital BCA mencatatkan, modal inti naik 1,04% yoy dari Rp 1,34 triliun menjadi Rp 1,35 triliun. PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebagai induk perusahaan juga berencana untuk menambah modal anak usaha yang menggarap nasabah tech savvy ini.
Direktur Utama BCA Jahja Setiaatmadja menyatakan akan menambah modal bagi Bank BCA Digital seiring adanya potensi melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) dalam kurung waktu dua tahun mendatang.
“Sebab bila ingin IPO, maka harus sizeable. Kalau terlalu kecil maka dipandang sebelah mata oleh orang. Sehingga konsekuensinya harus ada tambahan modal untuk Bank Digital. Berapa besarnya, nanti kami sampaikan,” papar Jahja.
Sedangkan Bank Jago (ARTO) kini sudah memiliki modal inti Rp 7,88 triliun per Juni 2021. Nilai itu melonjak signifikan dari posisi Juni 2020 yang hanya Rp 1,26 triliun.
Adapun Bank Neo Commerce (BBYB) belum menyampaikan laporan keuangan per Juni 2021. Tetapi pada Maret 2021, Bank Neo Commerce memiliki modal inti sebesar Rp 1,02 triliun. Nilai itu naik 11,18% yoy dibandingkan posisi yang sama tahun lalu sebesar Rp 921,64 miliar.
Selanjutnya: BI: Pemulihan ekonomi Indonesia di semester II-2021 akan tertahan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News