kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.319.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inggris akan terapkan pajak untuk produk digital, bagaimana dengan Indonesia?


Minggu, 26 Januari 2020 / 15:35 WIB
Inggris akan terapkan pajak untuk produk digital, bagaimana dengan Indonesia?
ILUSTRASI. Direktur Pelayanan, Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemunculan perusahaan digital saat ini tidak diimbangi oleh pengenaan pajak baik pajak penghasilan (PPh) maupun pajak pertambahan nilai (PPN). Padahal perusahaan digital seperti Google, Amazon, Netflix, Spotify, dan lain-lain sudah memetik manfaat ekonomi dari negara yang bukan tempat beridirinya perusahaan tersebut. 

Namun demikian, Inggris punya nyali. Per tanggal 20 April 2020, Inggris menetapkan untuk menarik PPh atas perusahaan digital tidak terkecuali bagi perusahaan digital sekaliber Google dan Amazon. Akan tetapi, Amerika Serikat (AS) tidak tinggal diam. Negara Adi Daya ini akan membalas Inggris bila tetap menarik PPh perusahaan digital asal AS. 

Baca Juga: Trump dan pemimpin Uni Eropa akan bertemu di Davos untuk bahas rencana pajak digital

"Jika orang mengenakan pajak pada perusahaan teknologi kami secara sewenang-wenang, kami juga sewenang-wenang mengenakan pajak pada perusahaan mobil Inggris," kata Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin dalam keterangan resminya, Kamis (23/1).

Tidak main-main, Mnuchin mengancam kenaikan pajak untuk impor mobil asal Inggris tersebut nantinya akan disampaikan Presiden AS Donald Trump kepada Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.

Perlu diketahui, Langkah Inggris lebih dulu dari pada konsensus digital economy taxation dari Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) terkait pengenaan PPh yang tak kunjung kelar. Makanya, Indonesia masih menunggu proposal OECD dan sampai sekarang tidak seberani Inggris untuk pengenaan PPh bagi perusahaan digital manapun dalam hal ini badan usaha tetap luar negeri (BUT LN).  

Bila melihat struktur organisasi, Inggris merupakan anggota tetap OECD, sementara Indonesia bukan. 

Direktur Pelayanan, Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hestu Yoga Saksama mengatakan Indonesia memang bukan anggota OECD. Namun bersama China, Brazil dan India, Indonesia merupakan key partner yang aktif berpartisipasi dalam banyak forum dan pembahasan kebijakan. 

“Berbagai kesepakatan OECD memang kita ikuti, karena memberikan manfaat bagi Indonesia. Contohnya Base Erotion and Profit Shifting (BEPS), Automatic Exchange of Information (AEOI), juga nanti digital economy taxation,” kata Yoga kepada Kontan.co.id, Sabtu (25/1). 

Setali tiga uang, pemerintah meyakini kesepakatan multilateral ataupun global seperti OECD itu tentunya akan lebih mudah diterima para pihak dibandingkan aksi unilateral. Sehingga wacana perang tarif seperti AS-Inggris bisa terhindari.

“Tentunya harapan terbesar adalah terjadinya kesepakatan dari OECD nanti sehingga pemajakan atas perusahaan digital global dapat terlaksana dengan baik dan mengedepankan fairness bagi semua pihak,” ujar Yoga.

Yoga memastikan pemerintah masih akan terus mengikuti perkembangan landscape global terkait pajak digital. Pihaknya akan mempertimbangkan berbagai hal, serta akan banyak berdiskusi terutama saat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Fasilitas Perpajakan Untuk Penguatan Perekonomian atau Omnibus Law Perpajakan tahun ini dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI). 

Baca Juga: Netflix belum pernah bayar pajak di Indonesia, berapa potensinya?

Sikap pemerintah saat ini, lebih berani untuk menekan masyarakat dengan menarik PPN dari setiap konsumsi produk-produk perushaan digital BUT luar negeri dibanding memungut PPh perusahaan digital luar negeri. Dalam beleid RUU Omnibus Law Perpajakan mengatur soal pemakajan transaksi elektronik yang mana akan menunjuk platform digital terkait sebagai pemungut PPN. 

Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Rofyanto menyampaikan pemungutan PPN sudah menjadi konsensus sesuai destination principal. Sehingga, untuk pemungutan PPN pajak digital tidak akan menjadi masalah global. 

Pihaknya menegaskan, beleid sapu jagad perpajakan tersebut tetap hanya menarik PPN. Tetapi, jika PPh sudah menjadi konsensus di tingkat OECD barulah pemerintah berani menarik pajak penghasilan kepada perusahaan digital luar negeri. 

“Maka pemungutan PPh pajak digital juga dapat dilakukan tanpa masalah. OECD sedang menggagas upaya konsensus untuk PPh. Diharapkan tahun ini konsensus bisa dicapai,” kata Rofyanto kepada Kontan.co.id, Sabtu (25/1).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×