Reporter: Indra Khairuman | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Inflasi melaju pada bulan Maret 2025, disebabkan melonjaknya harga pangan menjelang Idul Fitri, terutama cabai merah dan cabai rawit.
Meski angka inflasi tahunan terlihat lebih rendah, faktor-faktor seperti volatilitas rupiah dan ekspektasi pasar kepada kebijakan moneter global dapat berpengaruh pada proyeksi inflasi ke depannya.
Hosianna Evalita Situmorang, Ekonom Bank Danamon Indonesia mengatakan, inflasi pada bulan Maret 2025 sebesar 1,65% mendorong inflasi tahunan mencapai 1,03% YoY (year on year).
Lonjakan inflasi ini sebagian besar dipicu kenaikan harga pangan. Harga cabai merah misalnya melonjak hingga 24,07% MoM (month on month) dan 30,56% YoY. Sementara itu cabai rawit naik 13,67% MoM dan 6,30% YoY.
Kenaikan harga ini mencerminkan meningkatnya permintaan menjelang hari raya serta pasokan yang semakin ketat di beberapa wilayah.
“Kenaikan tersebut terutama didorong oleh kenaikan harga pangan yang kuat menjelang Idul Fitri,” ujar Hosianna dalam keterangan tertulis yang dikutip Kontan.co.id, Selasa (8/4).
Baca Juga: Inflasi Akhir Tahun 2025 Diprediksi Capai 2,33%
Inflasi untuk bahan pangan bergejolak menunjukkan penurunan menjadi 0,37% YoY, yang menunjukkan perlambatan dibandingkan bulan-bulan sebelumnya.
Sementara itu, inflasi inti tetap stabil di angka 2,48% YoY, didorong pola konsumsi yang konsisten serta kenaikan harga yang moderat pada kategori-kategori utama, seperti emas perhiasan, minyak goreng, bubuk penyedap, dan makanan siap saji.
Di sisi lain, harga yang diatur pemerintah mencatat deflasi -3,16% YoY akibat diskon tarif untuk jalan tol dan maskapai penerbangan, meskipun hal ini sebagian diimbangi dengan penghentian subsidi listrik.
Lebih lanjut, inflasi umum diperkirakan akan tetap berada dalam kisaran target Bank Indonesia (BI) sebesar 2,5±1%.
Hal ini menandakan meredanya tekanan terkait dengan pangan dan penurunan harga minyak global yang baru-baru ini jatuh di bawah US$65 per barel.
“Rupiah tetap rentan terhadap volatilitas eksternal, dan depresiasinya dapat memicu kembali risiko inflasi impor,” kata Hosianna.
Dari sisi moneter, ekspektasi pasar yang lebih dovish terhadap Federal Reserve, yang menunjukkan kemungkinan suku bunga terminal yang lebih rendah dari perkiraan sebelumnya, telah mendukung sentimen risiko dan membantu menstabilkan mata uang di pasar berkembang.
“Hal ini dapat memberikan ruang tambahan bagi Bank Indonesia untuk mempertimbangkan penurunan suku bunga pada kuartal mendatang,” tambah Hosianna.
Terutama jika inflasi domestik tetap terjaga dan momentum pertumbuhan menunjukkan perlambatan di tengah meningkatnya ketegangan perdagangan global serta ketidakpastian terkait tarif.
Baca Juga: BPS Catat Inflasi Tahunan Ramadan 2025 Melambat, Lebih Rendah Dibandingkan 2024
Selanjutnya: Diskon Tiket Pesawat Sumbang Deflasi Sektor Transportasi pada Idulfitri 2025
Menarik Dibaca: Denpasar Hujan Menjelang Siang, Pantau Cuaca Besok di Bali Selengkapnya!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News