kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.060.000   18.000   0,88%
  • USD/IDR 16.445   2,00   0,01%
  • IDX 7.867   -18,52   -0,23%
  • KOMPAS100 1.102   -2,88   -0,26%
  • LQ45 800   1,11   0,14%
  • ISSI 269   -0,86   -0,32%
  • IDX30 415   0,50   0,12%
  • IDXHIDIV20 482   1,02   0,21%
  • IDX80 121   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 132   -1,13   -0,85%
  • IDXQ30 134   0,17   0,13%

Inefisiensi PLN bukan salah Dahlan Iskan


Kamis, 01 November 2012 / 14:20 WIB
Inefisiensi PLN bukan salah Dahlan Iskan
ILUSTRASI. Spanduk bertuliskan harga tes usap Polymerase Chain Reaction (PCR) terpasang di sebuah lokasi penyedia layanan tes COVID-19 di Jakarta, Minggu (15/8/2021).


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Edy Can

JAKARTA. Mantan Menteri BUMN Sofyan Djali menyatakan inefisiensi yang terjadi di tubuh PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) bukanlah sepenuhnya kesalahan Dahlan Iskan. Dia menilai inefisiensi yang terjadi di perusahaan setrum nasional ini karena kebijakan energi yang salah.

Menurutnya, selama ini PLN masih tergantung dari penggunaan bahan bakar minyak (BBM). Sementara, harga BBM semakin melambung.

Di sisi lain, Sofyan mengatakan, rencana pasokan gas untuk PLN tidak pernah terealisasi. "Banyak sekali dulu powerplant yang didirikan berbahan bakar gas. Tetapi kebijakan pemerintah tidak pernah memihak kepada PLN dan lebih suka menjual gas," jelasnya, Kamis (1/11).

Komisi VII DPR berencana memanggil Dahlan Iskan selaku mantan Direktur Utama PLN untuk mengklarifikasi hasil temuan Badan Pemeriksa Keuangan. Hasil audit itu mengatakan, ada inefisiensi penggunaan BBM untuk pembangkit listrik dan berpotensi menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 37,6 triliun.

Dahlan Iskan telah menjelaskan, inefisiensi biaya tersebut disebabkan PLN terpaksa harus memakai BBM untuk pembangkit listrik karena pasokan gas habis. Jika tidak menggunakan BBM, pilihan lain adalah mematikan listrik Jakarta selama setahun penuh.
Atas penggunaan BBM tersebut, biaya operasional PLN terpaksa membengkak hingga Rp 37,6 triliun. Bahkan, kata Dahlan, kerugiannya malah bisa menembus Rp 100 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×