Reporter: Leni Wandira | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menyatakan keberatan atas wacana larangan total merokok di tempat hiburan malam yang tengah bergulir di wilayah DKI Jakarta.
Ketua Umum GAPPRI, Henry Najoan, menegaskan bahwa kebijakan tersebut harus dikaji secara matang agar tidak semakin menekan Industri Hasil Tembakau (IHT) yang saat ini sedang dalam kondisi sulit.
“Kami kira, larangan merokok di tempat hiburan malam belum tepat karena sedikit banyak akan berimbas kepada anggota kami. Kami berharap pemerintah memberi ruang yang adil bagi semua pihak, termasuk industri kami yang juga legal,” ujar Henry kepada KONTAN, Selasa (13/5).
GAPPRI mendorong pendekatan yang lebih proporsional dibanding larangan total. Salah satunya dengan penyediaan area khusus merokok (smoking area) di tempat hiburan malam agar konsumsi tetap bisa diatur tanpa menimbulkan dampak berlebihan.
“Daripada memaksakan kebijakan seperti larangan merokok, lebih baik pemerintah menerapkan kebijakan yang lebih proporsional, seperti penyediaan smoking area di tempat hiburan malam,” tambahnya.
Baca Juga: Industri Ritel Keluhkan Aturan Pembatasan Penjualan Rokok
Henry menyoroti bahwa IHT saat ini menghadapi tekanan berat dari berbagai kebijakan fiskal dan non-fiskal. Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC), produksi rokok nasional terus menurun dalam beberapa tahun terakhir, dari 322 miliar batang pada 2020 menjadi hanya 317 miliar batang pada 2024.
“Larangan merokok seperti di tempat hiburan malam harus dipertimbangkan secara matang, agar kebijakan tidak memperburuk kondisi IHT yang sudah tertekan sedemikian rupa,” tegasnya.
GAPPRI juga mempertanyakan proporsionalitas kebijakan ini terhadap produk legal seperti rokok. Menurut Henry, sebagai produk yang sah dan diatur oleh negara, rokok seharusnya memiliki ruang konsumsi yang sesuai.
“Kami menilai, kebijakan larangan merokok di tempat hiburan malam perlu dikaji ulang dari segi proporsionalitasnya. Penting bagi anggota dewan untuk mendengarkan masukan dari seluruh pihak yang terdampak, termasuk pelaku industri, pengusaha hiburan malam, dan konsumen,” jelasnya.
Selain itu, Henry menyebut bahwa tempat hiburan malam seperti klub dan bar merupakan kanal distribusi penting bagi rokok, terutama segmen premium. Larangan total dikhawatirkan dapat mengurangi konsumsi spontan dan menekan pendapatan produsen.
“Segmen premium yang juga sering dimasukkan dalam golongan I, terus mengalami trade fall. Banyak konsumen yang berpindah ke rokok murah, bahkan yang tidak jelas asal dan produsennya,” ujarnya.
Sebagai respons, GAPPRI akan menempuh langkah komunikasi dan advokasi kepada pemangku kebijakan untuk mendorong proses legislasi yang lebih inklusif dan transparan.
“Kami akan merespons kebijakan ini secara konstruktif, dengan tetap mengedepankan kepentingan industri, pekerja, dan kepatuhan terhadap hukum. Kami percaya win-win solution dapat dicapai melalui dialog terbuka dan kebijakan yang berbasis pada realitas ekonomi,”pungkas Henry.
Baca Juga: Gappri Dorong Deregulasi Aturan Industri Hasil Tembakau (IHT)
Selanjutnya: Langkah Bio Farma Perkuat Kemandirian Nasional untuk Berantas TBC di Indonesia
Menarik Dibaca: IESR Usulkan Regulasi Wajib Pakai Hidrogen Hijau untuk Industri
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News