kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.502.000   11.000   0,44%
  • USD/IDR 16.794   37,00   0,22%
  • IDX 8.646   36,29   0,42%
  • KOMPAS100 1.197   8,91   0,75%
  • LQ45 860   6,19   0,73%
  • ISSI 309   1,58   0,51%
  • IDX30 440   1,54   0,35%
  • IDXHIDIV20 513   2,02   0,39%
  • IDX80 134   0,88   0,66%
  • IDXV30 138   -0,07   -0,05%
  • IDXQ30 141   0,83   0,59%

Industri Haji & Umrah 2025: Peluang, Tantangan Regulasi, dan Daya Beli


Senin, 22 Desember 2025 / 18:41 WIB
Industri Haji & Umrah 2025: Peluang, Tantangan Regulasi, dan Daya Beli
ILUSTRASI. Seleksi Petugas Haji (KONTAN/Cheppy A. Muchlis)


Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pasar haji dan umrah Tanah Air masih menunjukkan pertumbuhan yang solid hingga Desember 2025. Meski demikian, pelaku industri menilai perlu adanya perbaikan ekosistem agar peluang pertumbuhan tersebut tidak tergerus oleh berbagai tantangan struktural dan regulasi.

Ketua Harian DPP Asosiasi Kebersamaan Pengusaha Travel Haji dan Umrah (Bersathu), Farid Aljawi, mengatakan bahwa tren permintaan haji terus meningkat setiap tahunnya. Hingga saat ini, jumlah pendaftar haji, baik reguler maupun khusus, tumbuh sekitar 7%–8% secara tahunan (year on year/YoY). Hingga Desember 2025, jumlah antrean haji secara nasional mencapai 5,4 juta orang.

“Jadi 5,4 juta (pendaftar) mungkin sekitar 180 ribunya haji khusus,” ungkap Farid kepada Kontan, Senin (22/12/2025).

Baca Juga: Perhatikan, WNI yang Sudah Lebih 12 Tahun di Luar Negeri Tak Otomatis Bebas Pajak

Sejumlah faktor mendorong pertumbuhan tersebut, salah satunya kebutuhan umat Muslim untuk memenuhi rukun Islam kelima.

Meski demikian, perkembangan serupa tidak terjadi pada segmen umrah. Pada periode yang sama, jumlah jamaah umrah justru mengalami penurunan sekitar 5%–7% YoY. Menurut Farid, kondisi ini dipengaruhi oleh situasi ekonomi dan daya beli domestik yang masih relatif lesu.

Di sisi lain, Ketua Bidang Humas & Media Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri), Abdullah Mufid Mubarok, mengamati bahwa pasar jamaah kini telah tersegmentasi dengan semakin jelas. Pada segmen menengah ke bawah, sensitivitas harga masih tinggi sehingga kompetisi bisnis berlangsung ketat.

“Namun di segmen menengah atas termasuk haji khusus, jamaah lansia, dan repeaters, elastisitas harga menurun, sementara preferensi terhadap kenyamanan dan reputasi penyelenggara meningkat,” ujar Abdullah.

Abdullah menambahkan, kondisi tersebut mencerminkan bahwa faktor-faktor seperti kualitas maskapai, jarak hotel, pendampingan ibadah, serta kepastian layanan telah menjadi variabel ekonomi utama dalam keputusan pembelian jamaah.

Adapun, ia menilai penggunaan produk lokal dalam paket umrah dan haji khusus berpotensi menciptakan multiplier effect domestik, di tengah karakter industri yang selama ini sangat bergantung pada devisa keluar.

“Dengan kata lain, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) mulai bertransformasi dari sekadar operator perjalanan menjadi bagian dari rantai nilai ekonomi nasional. PPIU dan PIHK turut menghidupi UMKM,” ucap Abdullah.

Baca Juga: Jelang Sidang Dakwaan Korupsi Chromebook, Kondisi Nadiem Makarim Dikabarkan Sehat

Ke depan, industri haji dan umrah menurut Farid masih dihadapkan pada sejumlah tantangan, antara lain tekanan biaya transportasi dan keterbatasan slot penerbangan. Risiko nilai tukar juga masih menghantui, mengingat sebagian besar komponen biaya berbasis riyal dan dolar Amerika Serikat.

Tak hanya itu, dinamika regulasi Arab Saudi, termasuk digitalisasi sistem visa, akomodasi, dan manajemen jamaah, menuntut tingkat kepatuhan serta adaptasi yang semakin tinggi dari pelaku industri.

“Kita berhadap pemerintah indonesia mensinkronisasi kebijakan antar lembaga menuju digital agar kita bisa seimbang dengan negara-negara yang kita tuju seperti Saudi Arabia,” ucap Farid.

Abdullah menimpali, tantangan regulasi domestik pasca UU Nomor 14 Tahun 2025 terkait praktik umrah dan haji mandiri juga perlu diantisipasi.

Fenomena keberangkatan umrah dan haji mandiri pun masih menjadi momok bagi industri. Dari sudut pandang PPIU dan PIHK resmi, praktik tersebut menimbulkan ketimpangan regulasi. Penyelenggara resmi diwajibkan memenuhi perizinan dan akreditasi, menyediakan jaminan perlindungan jamaah, menggunakan pembimbing bersertifikat, serta menjalankan sistem pelaporan dan pengawasan yang ketat. Seluruh kewajiban ini mengandung biaya kepatuhan yang secara langsung memengaruhi harga paket dan model bisnis penyelenggara resmi.

Sebaliknya, pada praktik mandiri, jamaah dapat mengakses tiket, hotel, dan visa secara terpisah tanpa adanya single accountable party yang bertanggung jawab penuh.

Kondisi ini, menurut Abdullah, menciptakan distorsi harga dan persaingan yang tidak setara, karena skema nonresmi tidak menanggung beban regulasi serupa. Lebih jauh, ketika jamaah mandiri bermasalah, dampaknya kerap menjadi externalitas negatif yang dibebankan ke industri secara kolektif—baik melalui kerusakan reputasi, beban diplomatik, maupun pengetatan kebijakan yang justru menekan penyelenggara resmi.

“Dalam jangka panjang, jika tidak ada kejelasan batas tanggung jawab, legalisasi praktik mandiri berpotensi melemahkan ekosistem penyelenggara resmi umrah dan haji (PPIU/PIHK), padahal merekalah yang selama ini menjadi instrumen perlindungan jamaah,” tutur Abdullah.

Baca Juga: Kemendag Laporkan IKK 2025 di Level Kritis dan Konsumen Makin Cerdas

Abdullah menekankan, PPIU dan PIHK tidak menolak kebebasan jamaah, tetapi ingin memastikan bahwa ibadah haji dan umrah merupakan sektor berisiko tinggi yang membutuhkan kerangka regulasi yang adil, seimbang, dan berbasis perlindungan konsumen.

Ke depan, lanjut Abdullah, industri haji dan umrah Indonesia tidak lagi sekadar ditentukan oleh siapa yang menawarkan harga paling murah, melainkan siapa yang paling patuh, paling efisien, dan paling mampu mengelola risiko dalam kerangka regulasi yang jelas. "PPIU dan PIHK yang akan bertahan adalah mereka yang beroperasi secara profesional, transparan, dan berorientasi jangka panjang, bukan yang mengandalkan celah regulasi,” pungkas Abdullah.

Selanjutnya: IHSG Menguat 0,42% ke 8.645 Hari Ini (22/12), Asing Net Buy Rp 1,34 Triliun

Menarik Dibaca: Promo HokBen Hari Ibu 22-24 Desember 2025, Paket Makan Berdua Cuma Rp 30.000-an/Orang

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mitigasi, Tips, dan Kertas Kerja SPT Tahunan PPh Coretax Orang Pribadi dan Badan Supply Chain Management on Practical Inventory Management (SCMPIM)

[X]
×