Reporter: Yudho Winarto | Editor: Test Test
JAKARTA. Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa bersikap keras atas sikap Pemerintah Amerika Serikat (AS) yang menolak produk kelapa sawit dan turunannya dari Indonesia. Bahkan, tindakan AS ini dinilai sebagai technical barriers (hambatan teknis).
"Ini membahayakan pasar kita. Itu bisa kita kategorikan sebagai technical barriers. Itu tidak boleh terjadi dan tidak dibenarkan dalam WTO," katanya di Istana, Selasa (31/1).
Hatta pun secara tegas menyebutkan Indonesia harus segera mengambil langkah yakni melawan sikap AS. Tentunya memberikan penjelasan menyangkut produk kelapa sawit dan turunannya yang dituding tidak ramah lingkungan. "Kalau biodiesel bersumber dari crude palm oil (CPO) itu tidak ramah lingkungan dasarnya apa. Jelas-jelas seluruh biodiesel itu tidak mengandung emisi karbon," tukasnya.
Sikap tegas ini harus diambil, pasalnya keputusan AS yang melarang produk kelapa sawit dan turunannya bakal merugikan Indonesia. Terutama menyangkut pasar CPO.
Hatta meminta Kamar Dagang Indonesia (Kadin) atau Asosiasi Pengusaha dan Industri Indonesia (Apindo) bersama pemerintah memberikan penjelasan ini. "Kita mulai dari semua lini. Kita sampaikan di WTO, kemudian di AS dijelaskan. Kan kita punya gabungan pengusaha kelapa sawit Indonesia dan macam-macam. Jadi jangan telat, harus cepat," imbuhnya.
Hatta pun mengaku berang dengan kebijakan sejumlah negara terhadap produk kelapa sawit dan turunannya asal Indonesia. Pasalnya ini bukan pertama kali produk Indonesia bernasib serupa. "Ini bukan sekali. Sudah dua kali sawit kita itu dihantam baik di Eropa dan di mana-mana. Dulu dikatakan, bla bla bla, dan itu bisa kita patahkan sepanjang ada Objektivitas dalam penjelasan itu," katanya.
Seperti diketahui, terhitung 28 Januari, AS secara resmi menolak produk kelapa sawit dan turunannya dari Indonesia. Alasannya, kelapa sawit Indonesia dinilai sebagai produk yang tidak ramah lingkungan. Pemerintah Indonesia punya waktu sampai 27 Februari untuk memberikan tanggapan atas kebijakan ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News