kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indonesia jadi negara maju di 2030


Kamis, 29 Maret 2018 / 11:45 WIB
Indonesia jadi negara maju di 2030
ILUSTRASI. Gubernur BI Agus Martowardojo


Reporter: Galvan Yudistira | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perbincangan tentang adanya prediksi bahwa Indonesia akan bubar pada tahun 2030 kian hangat di ranah publik. Atas isu itu Bank Indonesia (BI) angkat bicara. Bersamaan dengan peluncuran buku Laporan Perekonomian Indonesia 2017, bank sentral memproyeksi Indonesia tidak akan bubar pada tahun 2030, sebaliknya akan menjadi negara maju.

Agus Martowardojo, Gubernur BI yang akan mengakhiri masa tugasnya pada Mei 2018 itu mengaku optimistis pada tahun 2030 Indonesia akan menjadi negara maju. Prediksi itu didasari atas pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus meningkat mulai tahun ini.

"Dalam jangka pendek pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2022 mencapai 5,8%-6,2%," jelas Agus dalam paparannya di acara peluncuran buku Laporan Perekonomian Indonesia 2017, Rabu (28/3).

Peningkatan pertumbuhan ekonomi terjadi seiring dengan makin berkembangnya sektor manufaktur. Hal itu didorong oleh investasi swasta yang terus meningkat seiring pembangunan infrastruktur di berbagai daerah.

Yang tak kalah penting, perekonomian nasional semakin berkembang karena daya beli masyarakat bisa terus terjaga bahkan bisa meningkat. Jumlah masyarakat golongan ekonomi kelas menengah ke atas semakin banyak karena menikmati bonus demografi. Bonus demografi berarti sebagian besar penduduk Indonesia dalam usia produktif.

Bahkan hasil survei Boston Consulting Group (BCG) menyatakan, golongan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas pada tahun 2020 akan mencapai 52,7%. Jumlah itu meningkat drastis dibandingkan tahun 2012 yang hanya sebanyak 29,7%.

Agar peningkatan penghasilan masyarakat memacu daya beli, BI berkomitmen menjaga inflasi ke tingkat yang terkendali. Namun hal itu membutuhkan kebijakan yang tepat agar inflasi stabil di kisaran 3,5%. "Syarat Indonesia menjadi negara maju adalah kebijakannya harus efektif," jelas Agus.

Menurut Agus, BI tak ingin mengulang kondisi tahun 2013. Saat itu ekonomi tumbuh tinggi 5,6%, tapi inflasi melebar ke 6,4% dan defisit transaksi berjalan pun membesar hingga 3,2% terhadap produk domestik bruto (PDB). Berbeda dengan tahun 2017, dimana ekonomi tumbuh 5,07%, tapi inflasi terkontrol hanya 3,6%, defisit transaksi berjalan pun kecil 1,7%.

BI juga akan mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan industri perbankan yang optimal. Tahun ini diproyeksi pertumbuhan kredit bisa mencapai 10%-12% year on year (yoy) dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 9% yoy.

Risiko utang

Namun peluang Indonesia gagal menjadi negara maju juga terbuka. Mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Anwar Nasution menyatakan, kesalahan kebijakan pengelolaan negara bisa menghambat perekonomian nasional.

Deputi gubernur BI tahun 1999-2004 ini mencontohkan, kebijakan pengelolaan utang saat ini yang dinilai mengkhawatirkan. Pemerintah terlalu gencar menumpuk utang, bahkan hingga harus roadshow ke luar negeri. "Diibaratkan pemerintah ini suka menengadahkan batok kelapa ke seluruh dunia untuk meminta utang," jelas Anwar.

Utang Indonesia memang meningkat pesat tiga tahun terakhir. APBN 2018 memperkirakan utang pemerintah tahun ini mencapai Rp 4.772 triliun, jumlah itu hampir dua kali lipat dibandingkan tahun 2014 hanya Rp 2.609 triliun.

Semakin banyak utang, beban anggaran negara untuk membayar bunga dan pokok utang pun membesar. Tahun 2017, anggaran bunga utang mencapai Rp 216,6 triliun, bandingkan dengan tahun 2014 hanya Rp 133,4 triliun.

Disisi lain, kemampuan pemerintah menggali penerimaan pajak juga lemah. Ini terindikasi dari rasio pajak terhadap PDB hanya 11% tahun ini. "73 tahun Indonesia merdeka, seharusnya rasio pajak bisa lebih besar lagi. Jika pemerintah lebih optimal mendapatkan pajak, akan semakin membantu perekonomian nasional, mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakat," jelas Anwar yang juga pernah menjadi ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemkeu Suahasil Nazara mengaku pemerintah mengelola utang dengan memperhatikan risiko mendatang. "Jatuh tempo utang dikelola agar tidak membebani anggaran," katanya. Karena itu Suahasil optimistis potensi Indonesia sebagai negara maju makin besar. Rasio pajak dalam lima tahun ke depan juga bisa capai 13%-14%.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×