Reporter: Syamsul Ashar | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - Pemerintah Indonesia berharap Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) membuat panduan pemajakan bagi pelaku ekonomi digital yang adil.
Sebab selama ini negara berkembang seperti Indonesia masih kesulitan untuk menarik pajak dari pelaku ekonomi digital global. Padahal dengan jumlah penduduk yang lebih dari 260 juta jiwa, Indonesia menjadi salah satu pasar ekonomi digital global.
Namun hingga kini Indonesia belum mendapatkan manfaat dari memungut dan mengenakan pajak bagi pelaku ekonomi digital khusunya korporasi global yang tidak berbasis di Indonesia. Pelaku industri digital ini baik berupa ecommerce, juga penjualan produk digital maupun jasa digital seperti pemasangan iklan di kanal internet.
Baca Juga: Sri Mulyani dukung OECD segera selesaikan panduan pemajakan industri digital
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan Indonesia memberikan dukungan kepada Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) untuk segera menyelesaikan rumusan pemajakan ekonomi digital.
Menkeu berharap lembaga ini menyusun arsitektur perpajakan Internasional dengan membuat sistem perpajakan yang adil, sederhana, transparan dan berpihak pada negara berkembang.
Baca Juga: Pertemuan tahunan G20 di Riyadh, transparansi pajak dan pajak digital jadi pembahasan
"Dalam hal pengelolaan pajak digital, Saya memberikan dukungan kepada OECD untuk dapat segera menyelesaikan rumusan arsitektur perpajakan Internasional dengan membuat sistem perpajakan yang adil, sederhana, transparan dan berpihak pada negara berkembang," kata Sri Mulyani dikutip dari laman instagramnya.
Indonesia berharap pada tercapainya konsensus global atas sistem perpajakan Internasional. Isu pajak Internasional inilah yang mendorong semangat pemerintah Indoensia yang diwakili Kementerian Keuangan untuk menghadiri pertemuan G20.
Baca Juga: Pajak meneliti 1,6 juta wajib pajak hasil AEoI senilai Rp 3.684,7 triliun.
Pada pertemuan itu Menkeu juga menjelaskan agenda prioritas pemerintah Presiden Joko Widodo Jokowi yang meliputi pembangunan human capital, percepatan pembangunan infrastruktur, memperbaiki iklim investasi dan melanjutkan proses reformasi.
Saat ini pemerintah Indonesia sedang menyusun omnibus law untuk meningkatkan lapangan kerja dan mendorong investasi. Omnibus law tersebut merupakan penyederhanaan dan sinergi atas ratusan kebijakan dan peraturan yang tidak relevan dan duplikasi.
Dalam dokumen OECD Secretary General Tax Report to G20 Finance Minister and Central Bank Governor Februari 2020 yang dipublikasikan akhir pekan lalu menyebutkan ada kemajuan yang signifikan dalam implementasi pemajakan digital yang direkomendasikan OECD khususnya untuk pengumpulan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). OECD ingin ada pemajakan yang efektif untuk perdagangan online, setelah Laporan Aksi 1 BEPS (Base Erosion and Profit Shifting) 2015.
Baca Juga: Pertemuan tahunan G20 di Riyadh, transparansi pajak dan pajak digital jadi pembahasan
Sebagai tambahan mendukung penerapan standar-standar pemajakan digital OECD telah mengembangkan panduan yang berfokus pada pelaporan dan kewajiban pengumpulan PPN untuk pasar e-commerce dan platform digital lainnya.
Hasilnya, saat ini sudah lebih dari 50 negara di seluruh dunia yang menerapkan standar ini, dengan hasil yang sangat positif untuk meningkatkan kepatuhan dan mengumpulkan pendapatan tambahan. Uni Eropa melaporkan adanya pertumbuhan pendapatan PPN dari pajak digital yang semula sebesar EUR 3 miliar pada 2015 naik menjadi lebih dari EUR 4,5 miliar pada 2018.
Baca Juga: Realisasi pembayaran pajak via platform digital capai seperempat triliun
Sementara Australia juga melaporkan pendapatan pajak baru dari transaksi online sesuai standar OECD sebesar AUD 728 juta pada dua tahun pertama. Angka ini jauh di atas target awal yang cuma sebesar AUD 348 juta tahun di pertama.
Adapun Afrika Selatan telah mengumpulkan ZAR 3 miliar, sekitar US$ 210 juta, dalam lima tahun pertama sejak diperkenalkannya standar OECD pada penjualan layanan dan produk digital online.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News