Reporter: Arif Wicaksono | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Pemerintah mulai berjaga-jaga mengamankan stok beras nasional. Salah satu caranya, dengan melanjutkan kerjasama penyediaan beras dengan Vietnam.
Nah, kemarin, kedua negara sudah meneken kerjasama penyediaan beras tersebut. Inti kerjasama tersebut, Vietnam bersedia menyiapkan beras sebanyak 1,5 juta ton yang bisa diimpor oleh Indonesia bila dibutuhkan.
Kesepakatan penyediaan beras dari Vietnam itu sebetulnya sudah berlangsung sejak 2005 silam. Nah, kerjasama tersebut berakhir tahun ini. Gita Wirjawan, Menteri Perdagangan, menyatakan, dalam perjanjian kerjasama yang baru tersebut, Vietnam akan menyediakan beras sebanyak 1,5 juta ton ke Indonesia, mulai Januari 2013 sampai 31 Desember 2017.
Ia menjelaskan, Indonesia meneken kerjasama dengan Vietnam karena produksi beras negeri itu melimpah dan harganya bersaing. Sebelumnya, pemerintah juga sudah menjalin kerjasama serupa dengan Kamboja dan Thailand. "Langkah ini diambil agar kita tidak tergantung kepada satu negara dalam pengadaan makanan pokok itu," ujar Gita.
Pemerintah menjamin impor beras kelak tidak bakalan merugikan petani. Beras impor tersebut akan masuk gudang Bulog agar tidak akan merembes ke pasar. "Beras dari Vietnam semuanya masuk ke Bulog untuk menambah cadangan," jelas Gita.
Khudori, pengamat pertanian menilai, perpanjangan kerjasama impor beras dengan Vietnam bisa membantu ketika terjadi situasi ekstrem seperti kemarau panjang yang berdampak pada anjloknya produksi beras. "Tapi dengan kerjasama ini pemerintah harus menjamin Bulog tidak terlena," tandasnya.
Maklum, model kerjasama bilateral seperti dengan Vietnam berpotensi menjadikan Bulog malas menyerap beras dari petani. Faktanya, dalam dua tahun terakhir daya serap Bulog rata-rata cuma 50% dari target penyerapan beras setiap tahunnya.
Dari segi bisnis, aktivitas Bulog menyerap beras impor lebih menguntungkan lantaran terdapat disparitas harga dengan beras lokal sampai Rp 1.000 per kilogram. "Kalau dikalikan 1 juta ton, keuntungannya mencapai Rp 1 triliun," papar Khudori.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News