kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Indonesia dan Malaysia Bakal Lawan Diskriminasi terhadap CPO


Selasa, 10 Januari 2023 / 07:00 WIB
Indonesia dan Malaysia Bakal Lawan Diskriminasi terhadap CPO
ILUSTRASI. Indonesia dan Malaysia sepakat untuk bekerja sama memerangi diskriminasi terhadap komoditas CPO. REUTERS/Willy Kurniawan


Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BOGOR. Indonesia dan Malaysia, produsen minyak sawit terbesar dunia, pada Senin (9/1/2023) sepakat untuk bekerja sama memerangi diskriminasi terhadap komoditas CPO. Kesepakatan tersebut diambil setelah pertemuan antara Presiden Joko Widodo dengan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Istana Kepresidenan Bogor.

Melansir Reuters, pernyataan Jokowi tersebut disampaikan setelah pertemuan dengan Anwar Ibrahim, yang melakukan perjalanan luar negeri pertamanya sejak terpilih November lalu.

Jokowi mengatakan, kedua negara akan memerangi diskriminasi terhadap minyak kelapa sawit dan memperkuat kerja sama melalui Dewan Negara Penghasil Minyak Kelapa Sawit untuk mengatasi masalah tersebut.

Seperti yang diketahui, Uni Eropa berencana untuk menghapus bahan bakar berbasis minyak kelapa sawit secara bertahap pada tahun 2030 karena dianggap berkaitan dengan deforestasi.

Mengutip Kompas.com, sudah menjadi rahasia umum, negosiasi Indonesia dengan Uni Eropa terkait dengan impor komoditas, seperti Crude Palm Oil (CPO), kerap mengalami hambatan. Bisa dikatakan, ekspor CPO ke Uni Eropa merupakan isu lama yang tidak kunjung menemukan titik temu. 

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto memiliki saran terkait hal ini. Dia bilang, jika memang negosiasi yang dilakukan selalu alot, ada baiknya jika negara tujuan ekspor CPO RI dialihkan ke negara importir lainnya. Sebut saja China, India, Bangladesh, ataupun Pakistan. 

Baca Juga: 2 Masalah Utama yang Dihadapi Indonesia-Malaysia, Apa Saja?

Menurut Eko, Uni Eropa bukanlah merupakan negara pengimpor CPO utama dari RI.

“Sebetulnya kalau secara umum, ini kan isu lama, memang dari dulu cara Eropa menggunakan kebijakan non-tariff barrier-nya itu adalah isu deforestasi. Eropa bukan pasar utama kita, sebetulnya tinggal kita alihkan saja, ke negara lain yang bisa menerima produk Indonesia,” kata Eko kepada Kompas.com, Kamis (29/12/2022). 

Eko mengatakan, kebijakan Uni Eropa yang melarang impor CPO dinilai menyumbang potential loss yang cukup besar, yakni senilai Rp 44 triliun. Dia menambahkan, dalam beberapa diplomasi yang dilakukan, Eropa selalu mempertahankan pendapatnya, dan sulit untuk dimenangkan.

Dia menjelaskan, cara yang bisa dilakukan oleh Indonesia adalah mendekati 1-2 negara-negara (Uni Eropa) yang memang memiliki ketergantungan besar terhadap minyak nabati. Dengan cara ini, akan lebih mudah untuk melancarkan ekspor komoditas RI. 

Baca Juga: PM Malaysia Anwar Ibrahim: Indonesia Ini Ada Tempat yang Khusus di Hati Sanubari Saya

“Beberapa duta besar kita sudah melakukan upaya untuk mendekati negara Uni Eropa, seperti Swiss misalnya. Jadi tidak langsung ke Uni Eropa, karena akan menjadi kesepakatan besar, dan jika 1-2 negara tidak setuju maka akan mempengaruhi negara lain,” lanjut dia. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×