Reporter: Siti Masitoh | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati beberapa pekan lalu menghadiri pertemuan ke-3 Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) G20 pada 17-18 Juli 2023 di India.
Dia menceritakan terdapat banyak diskusi yang dilakukan dalam pertemuan tersebut, salah satunya terkait kondisi perekonomian global yang masih memburuk. Meski tidak separah saat kondisi pandemic Covid-19 berlangsung, namun Sri Mulyani tetap khawatir dampaknya akan berimbas pada pemulihan ekonomi Indonesia. ‘
“Perkembangan ekonomi global suasananya tidak dalam suasana yang cukup baik. Banyak yang menggambarkan bahwa kondisinya melemah meskipun diakui bahwa pelemahannya tidak seburuk seperti yang diprediksikan tahun lalu, namun tren pelemahan itu dilaporkan oleh banyak negara-negara G20 terutama negara-negara besar,” tutur Sri Mulyani dalam konferensi pers, Senin (24/7).
Baca Juga: Kemenkeu Catat 1.895 Wajib Pajak Orang Pribadi Telah Nikmati Restitusi Dipercepat
Selain itu, anggota G20 juga masih membahas terkait perang antara Ukraina dan Rusia yang menjadi penyebab belum disetujuinya komunike kesepakatan bersama sampai untuk G20. Selain itu, anggota G20 nuga masih menyampaikan kecaman atas peperangan tersebut.
Di samping itu, ada kabar baik yang dibahas dalam pertemuan tersebut. Di antaranya, pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 berhasil menyelesaikan Call for Proposals Pandemic Fund dengan merealisasikan alokasi pendanaan putaran pertama pada Juli 2023.
Dana yang cair mencapai US$ 338 juta atau setara Rp 5,07 triliun (kurs Rp 15.000) kepada 37 negara untuk 19 proyek.
Negara G20 juga sepakat untuk terus memberikan dukungan kepada negara-negara berkembang khususnya untuk isu perubahan iklim dan keuangan inklusi. Lalu penguatan MBDs dan investasi swasta untuk pembiayaan Barang Publik Global (Global Public Goods/GPG), termasuk di dalamnya Mekanisme Transisi Energi (Energy Transition Mechanism/ETM).
Dari sisi digital, keuangan inklusi maupun pembahasan mengenai kripto currency dibahas cukup detail dengan adanya laporan dari FSB (Dewan Stabilitas Keuangan) mengenai cryptocurrency serta sistem pembayaran.
Dalam pertemuan itu juga didorong agar pilar 1 dan pilar 2 terkait persetujuan perpajakan internasional bisa diupayakan tercapai pada akhir 2023 ini. Hal ini termasuk pajak global minimal 15%.
Baca Juga: Sri Mulyani: Dampak Pelemahan Ekonomi Global Mulai Terasa ke Indonesia
“Ini merupakan satu harapan yang sangat besar, namun halangannya juga tidak mudah. Beberapa negara masih sangat jauh dari sisi perbedaan pandangan untuk melaksanakan pilar 1 dan pilar 2,” ungkapnya.
Diketahui Indonesia bersama 138 negara anggota Inclusive Framework on Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) telah menyetujui dua pilar ini. Terkait implementasinya masih akan terus disempurnakan dan dibahas bersama.
“Tentu yang akan kami pantau terkait isu-isu global ini yang pasti akanmempengaruhi Indonesia. Kita menjaga kepentingan Indonesia di gloval agar mampu memahami kebijakan global dan menjadi negara yang konstruktif dan bisa berkolaborasi dengan berbagai negara,” imbuhnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News