kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indeks pembangunan ketenagakerjaan Indonesia hanya naik 0,25 poin


Senin, 14 Oktober 2019 / 15:50 WIB
Indeks pembangunan ketenagakerjaan Indonesia hanya naik 0,25 poin
ILUSTRASI. Seorang pencari kerja mengamati lowongan yang tersedia saat acara Job Fair di Metropolis Town Square, Tangerang, Banten, Kamis (26/7/2018). Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tangerang mencatat sebanyak 74.981 jiwa berusia produktif saat ini berstatus


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Pembangunan Ketenagakerjaan (IPK) Nasional tahun ini hanya mengalami peningkatan sebesar 0,25 poin atau meningkat dari 60,81 di tahun lalu menjadi 61,06. Dengan poin tersebut, status pembangunan ketenagakerjaan nasional masih berada pada kategori menengah bawah.

Ada sembilan indikator utama yang menjadi tolok ukur IPK Nasional. Indikator tersebut antara lain perencanaan tenaga kerja, penduduk dan tenaga kerja, kesempatan kerja, pelatihan dan kompetensi kerja, produktivitas tenaga kerja, jaminan sosial tenaga kerja, pengupahan dan kesejahteraan pekerja, kondisi lingkungan kerja dan hubungan industrial.

Baca Juga: Indeks harga konsumen AS pada September tak berubah, sama dengan Agustus sebesar 0,1%

Sementara, salah satu faktor yang mendorong kenaikan IPK adalah meningkatnya kesadaran pemerintah daerah akan pentingnya perencanaan ketenagakerjaan dan pengembangan unit-unit pelatihan kerja berbasis komunitas.

Lalu, adanya penguatan kelembagaan membuat indikator hubungan industrial dan kondisi lingkungan kerja mengalami peningkatan. Tak hanya itu, program jaminan sosial ketenagakerjaan juga masih cukup efektif dalam meningkatkan kesejahteraan pekerja di perusahaan.

Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan, pihaknya terus berupaya menaikkan IPK nasional ke depannya. "IPK akan didorong agar naik lebih tinggi, sebab jika kenaikan terlalu tipis, akan membuat kita tidak kompetitif," tutur Hanif, Senin (14/10).

Hanif menerangkan, salah satu penyebab IPK nasional yang tak naik signifikan karena kemampuan atau skill tenaga kerja yang rendah. Apalagi, struktur ketenagakerjaan di Indonesia masih didominasi oleh lulusan SD dan SMP, dan masih banyak tenaga kerja yang skillnya tak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja (missmatch).

Baca Juga: Aneka Gas Industri menganggap industri gas Indonesia masih bisa berkembang

"Di Indonesia dari 136 juta angkatan kerja, 58% lulusan SD dan SMP. Kemudian missmatch pendidikan formalnya di atas 50%. kita sederhanakan dengan 10 angkatan kerja, 58% lulusan SD dan SMP, 6 orang gugur  untuk masuk ke pasar kerja. Sisanya 4 orang lulusan SMA, SMK, Diploma dan Sarjana.

Missmatch di atas 50%, berati 2 orang. Jadi dari 10 orang, hanya 2 orang yang pendidikannya laik dan pendidikannya sesuai dengan kebutuhan pasar kerja," terang Hanif.

Masalah lainnya adalah ekosistem ketenagakerjaan di Indonesia yang terlalu kaku sehingga menghambat penciptaan lapangan kerja melalui investasi. Dia menyebut, produktivitas kerja, kesempatan kerja hingga jam kerja di Indonesia masih terlalu kaku.

Baca Juga: Revisi Beleid Tenaga Kerja Menyulut Kontroversi Baru

Perkembangan teknologi yang masif dan cepat, menurut Hanif, menjadi salah satu tantangan Indonesia di bidang ketenagakerjaan. Perkembangan yang terjadi menimbulkan perubahan pada industri, jenis pekerjaan hingga tenaga kerja yang dibutuhkan.

Hanif mengatakan, pemerintah pun terus berupaya untuk mengurai berbagai tantangan di bidang ketenagakerjaan. Selain memperbaiki ekosistem ketenagakerjaan menjadi lebih fleksibel dan responsif pada perubahan, pemerintah terus berupaya memperkuat pelatihan dan pendidikan vokasi.

Selain itu, pemerintah juga berupaya untuk memfasilitasi pekerja muda untuk masuk ke ekonomi kreatif dan ekonomi digital serta mengurangi missmatch pendidikan formal.

Baca Juga: Ekonom: Perlambatan China pengaruhi ekonomi Indonesia dalam jangka panjang

Tak hanya dari pemerintah, Hanif pun berharap industri turut berpartisipasi dengan pengembangan sumber daya manusia. Menurutnya, untuk mendorong partisipasi industri, pemerintah sudah menyediakan insentif super deduction tax bagi perusahaan yang berinvestasi pada pendidikan vokasi dan melakukan penelitian dan pengembangan untuk menciptakan inovasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×