Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai lonjakan tajam World Uncertainty Index Indonesia (WUIIDN) pada kuartal II-2025 mencerminkan meningkatnya keresahan pasar terhadap arah kebijakan ekonomi nasional.
Berdasarkan data dari Federal Reserve Bank of St.Louis (FRED) pada 9 Juli 2025, angka WUI Indonesia mencapai level 1,10 pada kuartal II-2025.
Angka ini meningkat drastis dibandingkan kuartal sebelumnya yang hanya 0,51.
Baca Juga: Ekonomi Indonesia Paling Tidak Pasti di Kuartal II, Begini Penyebabnya
Kepala Pusat Makroekonomi Indef, Rizal Taufiqurrahman, menjelaskan bahwa kenaikan indeks tersebut bukan semata akibat tekanan global, tetapi lebih mencerminkan disorientasi kebijakan di tingkat domestik.
"Kenaikan tajam indeks ketidakpastian ekonomi Indonesia pada kuartal II-2025 menandakan bahwa pasar tengah merespons gejala diorientasi kebijakan di tingkat domestik," ujar Rizal kepada Kontan.co.id, Minggu (5/10/2025).
Ia menjelaskan, meski faktor eksternal seperti pengetatan likuiditas global memberi tekanan, lonjakan WUI ini lebih banyak dipicu oleh ketidakpastian arah kebijakan ekonomi nasional.
Pemerintah dinilai tengah menggeser fokus dari konsolidasi fiskal menuju ekspansi belanja dengan motif politis menjelang momentum politik strategis, sementara koordinasi antarotoritas ekonomi juga tampak melemah.
Baca Juga: Ketidakpastian Ekonomi Indonesia per Kuartal II-2025 Tertinggi Sepanjang Sejarah
"Di mata investor sinyal ini menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi kini lebih diwarnai oleh pertimbangan jangka pendek daripada kepastian institusional dan keberlanjutan fiskal jangka panjang," katanya.
Lebih lanjut, Rizal menilai lonjakan angka WUI ini menjadi sinyal bahwa investor asing mulai meragukan komitmen pemerintah dalam menjaga disiplin fiskal dan stabilitas kebijakan makro.
Ia menilai ekspansi belanja publik yang tidak diimbangi dengan keseimbangan fiskal yang jelas dapat menimbulkan persepsi melemahnya tata kelola fiskal yang prudent.
"Pemerintah seolah terjebak dalam politik pertumbuhan semu dengan mendorong konsumsi dan subsidi untuk menjaga sentimen domestik, namun mengabaikan kredibilitas fiskal yang menjadi fondasi kepercayaan investor," katanya.
Baca Juga: Daur Ulang Sampah Elektronik Sering Terlupa, Begini Langkah LG Electronics Indonesia
Rizal memperingatkan, dengan ruang fiskal yang menipis dan beban utang yang meningkat, pasar bisa menilai adanya potensi distorsi pada arah kebijakan moneter maupun pembiayaan publik.
"Dalam kacamata asing, kondisi ini bukan lagi sekadar masalah teknis fiskal, tetapi gejala politik ekonomi bahwa keputusan ekonomi Indonesia dipersepsikan ditentukan oleh kalkulasi kekuasaan, bukan oleh disiplin makro yang konsisten," pungkas Rizal.
Selanjutnya: Cuan 9,54% Sebulan, Harga Emas Antam Hari Ini 5 Oktober 2025 Tidak Ada Update
Menarik Dibaca: IHSG Masih Rawan Konsolidasi, Simak Rekomendasi Saham MNC Sekuritas (6/10)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News