kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indef: Potensi penerimaan pajak digital bisa capai Rp 530 miliar


Minggu, 17 Mei 2020 / 22:34 WIB
Indef: Potensi penerimaan pajak digital bisa capai Rp 530 miliar
ILUSTRASI. Warga mengakses layanan film daring melalui gawai di Jakarta, Sabtu (16/5/2020). Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan melakukan pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10 persen bagi produk digital impor dalam bentuk


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, resmi akan menarik pajak pertambahan nilai (PPN) atas barang dan/atau jasa digital mulai 1 Juli 2020 mendatang. Pengenaan PPN yang ditetapkan, adalah sebesar 10% dari nilai yang dibayar oleh pembeli barang dan/atau penerima jasa.

Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 48/PMK.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di dalam Jumlah Pabean Melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Baca Juga: DDTC apresiasi langkah pemerintah terkait dengan pajak digital

Peneliti Center of Innovation and Digital Economy Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Nailul Huda menilai, potensi penerimaan pajak tersebut bisa mencapai Rp 530 miliar.

"Potensi penerimaan dari pajak digital ini, dihitung dari proyeksi pendapatan mereka (perusahaan terkait) dalam setahun dan dikalikan PPN 10% dengan asumsi tingkat kepatuhan pajak sebesar 50%," ujar Nailul kepada Kontan.co.id, Minggu (17/5).

Tentunya jumlah tersebut cukup besar bagi penerimaan negara, terlebih di tengah pandemi Corona seperti saat ini.

Lebih lanjut, ia menyoroti beberapa poin yang menjadi persoalan di dalam PMK 48/2020. Pertama, pelaku usaha yang dari luar negeri seperti Zoom, Netflix dan sebagainya bisa menekan pemerintah dari masing-masing negaranya untuk melakukan intervensi.

Terutama pelaku usaha digital dari China yang memang pemerintahnya memiliki peran besar.

Untuk itu, ia menekankan agar pemerintah Indonesia bisa berhati-hati dalam mengambil keputusan. Jangan sampai tindakan ini memicu negara lain untuk mulai menerapkan hal yang lebih besar lagi dan memberikan dampak negatif bagi Indonesia.




TERBARU

[X]
×