Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memperkirakan masih terjadi surplus pada neraca perdagangan Oktober 2021, meski menurun dari bulan sebelumnya.
Faisal memperkirakan, keuntungan neraca perdagangan pada bulan laporan sebesar US$ 3,95 miliar, lebih kecil dari surplus pada bulan September 2021 yang sebesar US$ 4,37 miliar.
“Pergerakan ini didorong oleh makin meningkatnya impor karena ada relaksasi restriksi. Sementara ekspor masih kuat didorong oleh pergerakan harga komoditas,” ujar Faisal kepada Kontan.co.id, Minggu (14/11).
Faisal memerinci, impor pada bulan Oktober 2021 diperkirakan tumbuh 63,06% yoy atau meningkat dari 40,31% yoy pada bulan September 2021. Hal ini juga seiring dengan aktivitas manufaktur yang meningkat karena meningkatnya permintaan setelah pelonggaran restriksi.
Selain itu, keyakinan konsumen pada bulan Oktober 2021 juga meningkat. Ini ditunjukkan dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Oktober 2021 yang sebesar 113,4 atau berada di zona optimistis.
Baca Juga: Pelonggaran PPKM dongkrak impor, surplus neraca dagang diprediksi mengecil
Impor minyak pun diperkirakan meningkat karena ada peningkatan harga minyak dan mobilitas yang mulai meningkat. Selain itu, peningkatan impor juga didoorng oleh persiapan momen Natal dan Tahun Baru.
Dari sisi ekspor, diperkirakan ekspor pada Oktober 2021 meningkat 49,94% yoy atau meningkat dari pertumbuhan pada bulan September 2021 yang sebesar 47,63% yoy.
Peningkatan ekspor ini didorong oleh meningkatnya aktivitas manufaktur negara-negara mitra dagang Indonesia, terlebih di negara-negara Asia.
Selain itu, ekspor juga meningkat karena ada peningkatan harga komoditas, terutama batubara dan Crude Palm Oil (CPO) yang cukup tinggi.
Faisal bilang, momentum naiknya harga komoditas ini harus bisa dimanfaatkan pada jangka pendek. Karena, fluktuasi harga komoditas cenderung sangat tinggi sehingga tak selamanya Indonesia harus bergantung pada komoditas.
Agar Indonesia tak terlalu bergantung pada komoditas sehingga pertumbuhan ekonomi lebih berdaya, Indonesia harus mempercepat agenda reformasi struktural dan reindustrialisasi, termasuk industri 4.0.
“Selain itu, perlu juga adanya integrasi industri hulu dan hilir yang juga berorientasi ekspor,” tandas Faisal.
Selanjutnya: Pacu permintaan kredit, sejumlah bank pangkas bunga kredit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News