kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pelonggaran PPKM dongkrak impor, surplus neraca dagang diprediksi mengecil


Minggu, 14 November 2021 / 16:27 WIB
Pelonggaran PPKM dongkrak impor, surplus neraca dagang diprediksi mengecil
ILUSTRASI. Surplus neraca perdagangan bulan Oktober 2021 diprediksi mengecil.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) melihat masih ada potensi surplus neraca perdagangan pada bulan Oktober 2021, meski memang nilainya lebih rendah dari bulan sebelumnya. 

Ekonom Makroekonomi dan Pasar Keuangan LPEM FEB UI Teuku Riefky memperkirakan, surplus neraca perdagangan pada bulan Oktober 2021 di kisaran US$ 4 miliar hingga US$ 4,1 miliar, atau lebih rendah dari US$ 4,37 miliar pada September 2021. 

Riefky melihat, penurunan surplus neraca perdagangan tersebut dipengaruhi oleh kinerja impor yang sudah mulai meningkat seiring dengan relaksasi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Level di sejumlah daerah. 

“Aktivitas produksi sudah mulai berjalan, bisnis sudah mulai membuka keran impor. Ini seiring dengan pemulihan ekonomi. Namun, impor yang meningkat ini konsekuensinya menekan neraca perdagangan,” ujar Riefky kepada Kontan.co.id, Minggu (14/11). 

Baca Juga: Dorong ekspor, pemerintah akan mudahkan aturan perdagangan dengan 4 negara Eropa

Sementara dari sisi ekspor, Riefky memperkirakan, masih cukup kuat. Ditambah, dengan harga komoditas yang masih meningkat. Berkah dari peningkatan harga komoditas ini bahkan diperkirakan masih berlanjut setidaknya hingga akhir tahun. 

Sehingga, tren surplus neraca perdagangan diperkirakan masih akan ada, meski akan mengecil karena impor makin deras seiring peningkatan ekonomi dan produksi yang terus meningkat. 

Indonesia memang sangat bergantung pada komoditas. Sehingga, saat harga komoditas meningkat pada akhir-akhir ini membawa angin segar bagi perekonomian Indonesia. 

Namun, Riefky mengingatkan agar Indonesia tak selamanya bergantung pada komoditas. Karena, bila ada penurunan harga, maka berkah yang didapat bisa saja berkurang. 

“Ini kemudian membuat kita rentan terhadap fluktuasi harga dan bisa menimbulkan risiko jangka menengah panjang. Ketakutannya, bisa saja kita tidak bisa keluar dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle income trap),” ujar Riefky. 

Untuk itu, Riefky mengimbau pemerintah untuk melakukan diversifikasi sumber pertumbuhan. Dalam hal ini, yang bisa digenjot, setidaknya dalam jangka menengah revitalisasi sektor manufaktur. 

Reindustrialisasi sangat dibutuhkan dalam membangun perekonomian Indonesia dan mengejar cita-cita bangsa untuk menjadi negara maju. 

Namun, untuk mencapai ini memang menghadapi banyak tantangan. Yang diperlukan adalah mendorong investasi dengan membuat iklim bisnis yang lebih baik.

“Ini mendesak. Karena kalau tidak, kita susah untuk transformasi ke sektor lainnya yang memiliki nilai tambah tinggi. Memang ini harus jadi prioritas pembangunan paling tidak pasca Covid-19,” kata Riefky. 

Selanjutnya: Surplus neraca perdagangan bulan Oktober 2021 diproyeksi US$ 3,95 miliar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×