Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom memprediksi data impor Agustus akan melandai. Sehingga neraca perdagangan yang akan diumumkan Badan Pusat Statistik (BPS) besok, diramal bakal surplus.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede memprediksi neraca perdagangan Agustus surplus hingga US$ 177 juta. Begitu pula, Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Muhammad Faisal yang memprediksi surplus US$ 500 juta.
Keduanya sepakat impor migas Agustus menjadi stimulus neraca perdagangan Agustus. Katalis utamanya karena harga minyak global bulan lalu berada dalam tren pelemahan.
Harga minyak brent, sepanjang bulan Agustus melemah 8,03% atau ditutup di level US$ 60,43 per barel. Angka tersebut lebih rendah dibanding bulan sebelumnya di level US$ 65,71 per barel.
Baca Juga: Cadangan devisa Agustus meningkat, simak pendapat ekonom
Josua, menilai meski neraca perdagangan Agustus kemungkinan untung tipis, setidaknya lebih baik dari kinerja bulan sebelumnya yang masih mencatatkan defisit. Secara bulanan, Josua memandang perlambatan impor mencapai 10,5% lebih tinggi daripada ekspor.
“Impor turun lebih besar, karena harga minyak turun. Impor non-migas juga berpotensi melambat karena indikasi indeks manufaktur menurun,” kata Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (13/9).
Dari sisi global, Josua melihat China dan Uni Eropa membatasi volume perdagangan karena ancaman resesi global. Setelah Amerika Serikat, sekarang Uni Eropa terancam resesi jika pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2019 memburuk, Bahkan European Central Bank (ECB) memangkas pertumbuhan ekonomi Benua Biru itu.
Baca Juga: Terseret ancaman resesi global, Bank Dunia: Capital outflow membayangi Indonesia
Sejalan, Muhammad mengatakan secara bulanan perlambatan impor tinggi karena faktor global, bukan tersokong sentimen internal.
“Suplus bulan lalu, diprediksi bukan disebabkan ekspor. Ekspor kontraksi karena efek perlambatan permintaan global, kontraksi impor lebih dalam daripada ekspor,” kata Muhammad kepada Kontan.co.id, Sabtu (14/9).
Dari sisi ekspor, Josua mengatakan harga komoditas andalan Indonesia crude palm oil (CPO) secara rata-rata bulan lalu naik tipis 9%. Namun, harga batubara terus tergerus. Permintaan kedua komoditas itu juga sedang melambat karena pelemahan ekonomi global.
Sampai akhir tahun Josua memprediksi neraca perdagangan masih akan defisit, tapi lebih tipis dibanding tahun 2018. Melihat peluang perang dagang AS dan China mereda, sehingga ekspor negara-negara Asean meningkat ke AS.
“Pemerintah harus mengatur strategi bagaimana cara menangkap kesempatan ini,” kata Josua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News