kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.308.000 -0,76%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Impor Beras Jelang Panen Raya, Pengamat: Momentumnya Kurang Tepat


Selasa, 27 Februari 2024 / 12:56 WIB
Impor Beras Jelang Panen Raya, Pengamat: Momentumnya Kurang Tepat
ILUSTRASI. Impor jelang panen raya dinilai momentumnya kurang tepat.ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/Spt.


Reporter: Aurelie Lucretie | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah impor beras Indonesia terus meningkat. Tercatat, sepanjang tahun 2024 saja, realisasi impor beras pemerintah sudah mencapai 659 ton. Tahun ini, total penugasan impor beras oleh Bulog mencapai 3,6 juta ton.

Di sisi lain, naiknya harga beras diprediksi akan terus bergulir hingga masa panen di bulan Maret. 

Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara mengatakan, fenomena ini terjadi karena adanya anomali yang tidak biasa dari sisi permintaan beras yang menjadi salah satu komoditas bantuan sosial (bansos) dan alat kampanye pada masa jelang Pemilu 2024 yang lalu. 

Menurut Bhima, ada perebutan pasokan. Bulog membeli di penggilingan skala besar dengan harga yang lebih murah, sedangkan ritel membeli dari pedagang perantara dengan harga cenderung lebih tinggi. 

Baca Juga: Total Penugasan Impor Beras Bulog Tahun Ini Mencapai 3,6 Juta Ton

Selain itu ada pula faktor-faktor lain seperti naiknya biaya produksi dan subsidi yang menurun sehingga harga gabah menjadi lebih mahal, lalu berdampak ke harga jual. Di lain sisi, produksi juga menghadapi berbagai tekanan terkait musim, terutama lantaran adanya El Nino. 

Meski begitu, Bhima menilai saat ini momentumnya kurang tepat bagi pemerintah untuk melakukan impor beras, mengingat saat ini menjelang masa panen. Hal ini akan berimbas pada harga di tingkat petani yang akan merosot. 

Impor memiliki dampak jangka panjang terhadap produksi padi lokal. Kenaikan harga pada petani tidak sebesar kenaikan pada konsumen sehingga petani cenderung beralih ke komoditas yang lain. 

Dampak jangka panjang dapat dimitigasi dengan pengurangi bansos dalam bentuk beras.

"Tidak perlu ada bansos berupa beras, cukup bantuan langsung tunai, sehingga produksi di level penggilingan skala besar tidak terjadi persaingan antara beras program pemerintah dan beras untuk ritel," terang Bhima kepada Kontan, Senin (26/2). 

Baca Juga: Realisasi Impor Beras Mencapai 659.000 Ton hingga 25 Februari 2024

Bhima juga mengungkap bahwa di sisi hulu perlu diberikan insentif subsidi pupuk yang lebih besar dan tepat sasaran, menilik fakta bahwa subsidi pupuk terus menurun. 

"Tata niaga dari impor beras ini harus lebih transparan, harus lebih terbuka," tambah Bhima. 

Menurutnya, perlu koordinasi antar Pemerintah Daerah (Pemda) untuk saling mengisi kebutuhan beras satu sama lain. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×