kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Implementasi stimulus relaksasi kredit harus ada reward & punishment untuk leasing


Selasa, 14 April 2020 / 10:21 WIB
Implementasi stimulus relaksasi kredit harus ada reward & punishment untuk leasing
ILUSTRASI. Petugas melayani nasabah salah satu multifinance di Tangerang Selatan, Rabu (1/4). Terkait relaksasi kredit bagi nasabah yang terdampak virus Covid-19, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) menjelaskan ada beberapa jenis keringanan yang ditawark


Reporter: Andy Dwijayanto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rencana pemberian relaksasi kredit bagi pelaku sektor informal, antara lain mitra pengemudi transportasi daring dan UKM di tengah pandemi Covid-19, pada kenyataannya belum berjalan mulus.

Nasabah pun mempertanyakan niat baik perusahaan pembiayaan dalam menerjemahkan perintah Presiden untuk sungguh-sungguh meringankan beban hidup mereka yang terdampak wabah.

Salah satu persyaratan yang diterapkan oleh perusahaan pembiayaan adalah diharuskannya nasabah perusahaan pembiayaan untuk membayar sejumlah biaya yang merupakan sebagian angsuran atau bunga mereka jika permohonan restrukturisasi kredit disetujui.

Baca Juga: Restrukturisasi kredit multifinance meningkat akibat corona

Di mana persyaratan ini memberatkan di tengah situasi pandemi dan ekonomi yang melemah.

“Keringanan itu diberikan berdasarkan assessment terhadap nasabah untuk kemudian bisa ditentukan bentuk keringanan yang bisa diberikan. Tapi kalau tidak ada [assessment], ini ‘kan tidak objektif. Hal yang seperti ini perlu dipantau oleh OJK agar bisa dipastikan stimulus dari pemerintah itu dilaksanakan dengan benar dan efektif,” ujar Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal dalam siaran pers, Selasa (14/4)

Lebih lanjut menurut Faisal, karena kebijakan stimulus ini adalah aturan baru, maka terdapat celah untuk perusahaan pembiayaan untuk tidak mematuhinya. Karenanya dia mengimbau OJK untuk memantau pelaksanaannya serta membuka opsi reward dan punishment, jika perlu, terhadap mereka yang tidak mematuhinya.

Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa sektor informal, baik transportasi daring ataupun UMKM, merupakan sektor yang menyerap paling banyak tenaga kerja saat ini sehingga keberadaan pelaku di sektor informal ini menjadi sangat vital bagi perekonomian nasional. Faisal mencatat penyerapan tenaga kerja di UMKM mencapai 99% dari jumlah tenaga kerja yang ada saat ini.

“Penyerapan tenaga kerja di sektor informal yang besar ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah untuk menyediakan lapangan kerja di sektor formal. Jika lapangan kerja di sektor formal tidak didapat, lalu pekerjaan di sektor informal pun semakin sulit, dikhawatirkan tingkat pengangguran dan kemiskinan akan meningkat. Jadi tingkat urgensinya tinggi, sektor informal ini adalah yang dipastikan harus mendapat stimulus pemerintah,” lanjutnya.

Faisal menyarankan ada kerja sama antara perusahaan jasa transportasi daring dengan pihak perusahaan pembiayaan untuk membahas pemberian keringanan bagi mitra pengemudinya.

Di kesempatan berbeda, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno mengatakan, jika pihak asosiasi dengan difasilitasi oleh OJK sudah mencoba melakukan pembicaraan dengan pihak Gojek maupun Grab untuk membahas masalah pemberian keringanan ini.

Menurutnya, pihak perusahaan pembiayaan tidak hanya fokus keringanan pengemudi ojol saja, tetapi banyak nasabah lain yang terkena dampak penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) akibat wabah Covid-19. Namun demikian, dia menyatakan pihak perusahaan terbuka bagi mereka yang mau mengajukan keringanan.

“Datang saja, tapi (keringanan) tidak bisa benar-benar satu tahun penuh. Jadi ini bukan bebas utang, lho, karena bunganya akan semakin berat. Kita lihat dulu bagaimana 3 bulan ke depan, lalu kita akan review lagi, " ujarnya.

Baca Juga: Restrukturisasi Kredit, Likuiditas Bank BRI (BBRI) dan Bank BTN (BBTN) Terjaga

Sementara itu, alih-alih mengonfirmasi mengenai syarat pembayaran di muka oleh nasabah yang dinilai layak mendapat keringanan, pihak Adira Finance hanya menjelaskan jika program restrukturisasi yang dilakukan itu sudah sesuai dengan hasil diskusi dengan APPI yang telah berkoordinasi dengan OJK.

Salah satu perusahaan pembiayaan yang menerapkan persyaratan serupa adalah Adira Finance, yang menetapkan pembayaran sebagian biaya angsuran sebesar Rp 250.000 per kontrak untuk pembiayaan motor bekas, Rp 350.000 per kontrak untuk pembiayaan motor baru, Rp 1.500.000 per kontrak untuk pembiayaan mobil baru dan Rp 1.250.000.000 per kontrak untuk pembiayaan mobil bekas, jika permohonan restrukturisasi kredit yang diajukan nasabahnya disetujui.

Persyaratan ini terpampang di situs resmi perusahaan pembiayaan tersebut, sehingga memunculkan anggapan ini berlaku untuk semua debitur, tanpa adanya assessment sebelumnya.

Hingga per tanggal 9 April 2020, Adira Finance mengakui sudah menyetujui keringanan kredit bagi 6.417 nasabah dengan total nilai Rp 302 miliar.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×