Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - Direktur Imparsial Al Araf menilai, Presiden Joko Widodo dan DPR harus segera mengevaluasi Panglima TNI Gatot Nurmantyo terkait pernyataan mengenai adanya institusi negara yang memesan 5000 unit senjata api dengan mencatut nama Presiden.
Pernyataan tersebut diungkapkan Gatot dalam pertemuan dengan para purnawirawan TNI di Mabes TNI, Cilangkap, pada 23 September 2017.
Menurut Al Araf, pernyataan Gatot tidak sejalan dengan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Intelijen.
" Presiden Jokowi dan DPR harus segera mengevaluasi Panglima TNI. Kami anggap pernyataan Panglima tersebut merupakan satu sikap yang tidak tepat dan tidak sejalan dengan UU TNI dan UU Intelijen," ujar Al Araf saat konferensi pers di Kantor Imparsial, Tebet, Jakarta Selatan, Senin (25/9).
Al Araf menjelaskan, Panglima TNI seharusnya tidak boleh menyampaikan informasi intelijen yang diperolehnya kkepada publik, melainkan harus disampaikan kepada Presiden sebagai end-user dari institusi intelijen.
Hakikat dari informasi intelijen, kata Al Araf, bersifat rahasia sehingga langkah Panglima TNI menyampaikan informasi intelijen kepada publik merupakan tindakan yang salah dan keliru.
Selain itu, Al Araf menilai informasi intelijen yang disampaikan oleh Panglima TNI memiliki tingkat keakuratan yang lemah sebagaimana terlihat dari munculnya pelurusan informasi dari Menko Polhukam Wiranto.
Menurut dia, polemik soal adanya institusi yang memesan 5.000 unit senjata api bukan hanya sebatas persoalan miskomunikasi, sebagaimana yang dinyatakan oleh Wiranto.
Akan tetapi, hal itu menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam sikap dan tindakan Panglima TNI sekaligus permasalahan serius dalam dunia intelijen, khususnya dalam menjaga sifat kerahasiaan dan akurasi data intelijen.
"Padahal prinsip kerja intelijen itu seharusnya velox et exactus (cepat dan akurat). Info intelijen juga seharusnya bersifat rahasia. Akurasi dan validasinya juga lemah. Itu (pernyataan Panglima TNI) sudah dibantah Wiranto," ujar dia.
Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo membenarkan dirinya yang berbicara dalam video yang viral di media sosial.
Di dalam video itu, Gatot berbicara soal ancaman keamanan lantaran adanya lembaga non-militer yang membeli 5.000 pucuk senjata.
Namun, kata Gatot, ucapannya itu sebenarnya merupakan informasi intelijen dan tidak untuk diekspos ke pers atau publik.
Akan tetapi, pembicaraannya itu justru bocor ke media sosial.
"Saya tidak pernah 'press release' (soal senjata), saya hanya menyampaikan kepada purnawirawan, namun berita itu keluar. Saya tidak akan menanggapi terkait itu (senjata ilegal)," kata Panglima TNI usai menutup Kejurnas Karate Piala Panglima TNI Tahun 2017, di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Minggu (24/9/2017) malam seperti dikutip dari Antaranews.com.
Pernyataan Panglima tersebut akhirnya diluruskan oleh Menko Polhukam Wiranto.
Menurut Wiranto senjata yang dibeli jumlahnya hanya 500 pucuk, bukan 5.000 pucuk senjata seperti yang sudah disampaikan oleh Panglima TNI.
Seluruh senjata itu dibeli oleh Badan Intelijen Negara (BIN) dan bukan institusi lain yang di luar kontrol Pemerintah dengan menggunakan APBN.
"Setelah saya tanyakan, saya cek kembali, tenyata ini berhubungan dengan pembelian 500 pucuk senjata buatan PT Pindad yang diperuntukkan bagi sekolah intelejen BIN dan bukan buatan luar negeri," kata Wiranto, saat memberikan keterangan pers di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Minggu (24/9).
"Ini juga menggunakan anggaran APBN. Jadi bukan institusi lain yang di luar kontrol pemerintah," ujar Wiranto. (Kristian Erdianto)
Artikel ini sudah tayang sebelumnya di Kompas.com, berjudul: Presiden Diminta Evaluasi Panglima TNI Terkait Bocornya Informasi Intelijen
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News