kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.260.000   -26.000   -1,14%
  • USD/IDR 16.735   13,00   0,08%
  • IDX 8.319   76,61   0,93%
  • KOMPAS100 1.160   10,25   0,89%
  • LQ45 847   5,05   0,60%
  • ISSI 287   1,55   0,54%
  • IDX30 445   4,14   0,94%
  • IDXHIDIV20 511   0,49   0,10%
  • IDX80 130   1,17   0,90%
  • IDXV30 136   0,08   0,06%
  • IDXQ30 142   0,93   0,66%

Ilmuwan Dorong Dialog Global Soal Inovasi dan Kebijakan Tembakau yang Berbasis Sains


Rabu, 05 November 2025 / 21:45 WIB
Diperbarui Rabu, 05 November 2025 / 21:53 WIB
Ilmuwan Dorong Dialog Global Soal Inovasi dan Kebijakan Tembakau yang Berbasis Sains
ILUSTRASI. Tikki Pangestu


Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mantan Direktur Penelitian, Kebijakan & Kerjasama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Prof. Tikki Pangestu, menyoroti lambatnya adopsi strategi pengurangan risiko tembakau (Tobacco Harm Reduction/THR), meskipun terdapat bukti ilmiah mengenai potensi manfaat produk tembakau alternatif. Produk-produk seperti rokok elektronik, produk tembakau yang dipanaskan, dan kantong nikotin, ditawarkan sebagai pilihan rendah risiko kesehatan bagi perokok dewasa yang ingin beralih dari kebiasaannya.

Berbicara dalam sesi panel Symposium 6: Strengthening Health Resilience in the Era of Global Challenges di acara International Military Medicine Symposium & Workshop (IMEDIC) 2025, Tikki mengungkapkan keheranannya mengapa inovasi teknologi tembakau ini belum dimanfaatkan secara maksimal untuk mengatasi epidemi merokok global.

"Mengapa produk-produk inovatif baru ini belum digunakan secara luas sebagai strategi pengurangan bahaya yang penting untuk mengakhiri epidemi merokok? Hal ini tetap menjadi tantangan besar bagi negara-negara di seluruh dunia yang mengadopsi produk-produk baru ini," ujar Tikki dalam keterangannya seperti dikutip, Rabu (5/11).

Menurutnya, ada lima hambatan utama yang menyebabkan lambatnya implementasi THR, yang berdampak pada upaya menurunkan prevalensi merokok di berbagai negara. Hambatan pertama adalah sikap Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang sangat anti-pengurangan bahaya tembakau.

"WHO sebagai badan kesehatan dunia sangat berpengaruh. Jadi, jika WHO mengambil posisi menolak, negara-negara cenderung mengikuti arahan mereka," jelasnya.

Kondisi ini membuat negara-negara, khususnya berpenghasilan menengah ke bawah, sering kali mengalami keterbatasan dalam menilai manfaat dari implementasi pengurangan risiko tembakau melalui penggunaan produk tembakau alternatif.

Hambatan kedua, regulasi yang terfragmentasi dan tidak proporsional, yang memengaruhi keterjangkauan, aksesibilitas, dan keamanan produk tembakau alternatif.

Hambatan ketiga adalah maraknya misinformasi tentang bahaya dan manfaatnya, serta penggunaan bukti secara selektif yang memengaruhi WHO hingga pembuat kebijakan. Banyak informasi yang salah beredar, termasuk anggapan bahwa produk tembakau alternatif memiliki risiko kesehatan yang sama dengan rokok. "Buktinya jelas menunjukkan produk tersebut 90% lebih rendah risiko," jelasnya.

Hambatan keempat adalah pengecualian terhadap industri. Umumnya terdapat ketidakpercayaan terhadap motif industri karena warisan citra buruk di masa lalu. Sehingga banyak pihak, termasuk WHO dan pembuat kebijakan, tidak percaya pada niat industri meskipun kini berupaya beralih ke produk yang lebih rendah risiko.

Hambatan kelima adalah upaya untuk mengalihkan perdebatan dari usaha berhenti merokok menjadi fokus pada nikotin dan kecanduan, serta risiko bagi generasi muda. "Pengguna vape dewasa 15 kali lebih banyak dibandingkan anak muda. Jadi mengapa fokusnya beralih dari membantu perokok dewasa yang ingin berhenti ke anak muda yang merupakan minoritas? Sangat sedikit bukti bahwa mereka akhirnya menjadi perokok," terangnya.

Ia menilai, kelima hambatan tersebut melahirkan konsekuensi yang tidak diinginkan dari kebijakan publik yang tidak proporsional hingga meningkatnya perdagangan gelap produk tembakau alternatif di negara-negara yang melarangnya.

Ia mencontohkan kasus di Australia, di mana larangan terhadap vape justru memicu perdagangan ilegal lintas negara. “Ketika Anda melarang sesuatu, Anda mendapatkan pasar gelap, penyelundupan, dan bahkan kekerasan dalam penjualan,” jelasnya.

Dialog, Kolaborasi, dan Kepemimpinan

Untuk mengatasi hambatan tersebut, Tikki menguraikan tiga strategi utama atau yang menurutnya krusial bagi masa depan kebijakan kesehatan global berbasis bukti.

Pertama, diperlukan kemauan politik dan kepemimpinan yang kuat untuk mengubah posisi WHO melalui dialog yang lebih konstruktif, inklusif, dan terbuka tentang nilai serta potensi produk tembakau alternatif bagi kesehatan masyarakat.

“Melalui dialog yang lebih inklusif, konstruktif, dan terbuka mengenai nilai dan manfaat produk tembakau alternatif bagi kesehatan masyarakat, negara-negara dapat menentukan kebijakan yang lebih seimbang dan berbasis data,” ujarnya.

Kedua, memobilisasi dukungan lintas pemangku kepentingan termasuk konsumen dewasa, investor, media, akademisi, asosiasi profesional, asuransi kesehatan, hingga penegak hukum untuk memperkuat advokasi kebijakan yang mendukung inovasi pengurangan bahaya tembakau.

Ketiga, membangun kepercayaan dan kolaborasi jangka panjang antara sektor publik, akademisi, dan industri. Prof. Tikki menyoroti contoh positif dari Inggris melalui program “Switch to Stop”, yang menyediakan akses kepada produk tembakau alternatif bagi satu juta perokok sebagai bagian dari strategi kesehatan nasional.

“Kepemimpinan politik sangat penting. Inggris telah menunjukkan bukti kuat bahwa program Switch to Stop membantu masyarakat beralih dari merokok ke produk tembakau alternatif dengan manfaat kesehatan masyarakat yang jelas,” ujarnya.

Tikki menegaskan bahwa dialog global tentang pengurangan bahaya tembakau seharusnya berfokus pada solusi berbasis sains dan kolaborasi lintas sektor, agar setiap inovasi dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk mengurangi risiko penyakit dan meningkatkan kualitas hidup.

Selanjutnya: Kadernya Jadi Tersangka KPK, Cak Imin: Pasti Akan Diproses Internal

Menarik Dibaca: Cara Cek Bansos BPNT November 2025 Lewat NIK KTP, Resmi dari Kemensos

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×