Reporter: Dina Mirayanti Hutauruk | Editor: Dina Hutauruk
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat (Kemenko PM) menekankan pentingnya dialog terbuka dan berkelanjutan dengan masyarakat penting sebagai dasar dalam merumuskan kebijakan ekonomi kerakyatan.
Deputi Koordinasi Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat dan Pelindungan Pekerja Migran, Leontinus Alpha Edison, menyampaikan bahwa kebijakan hanya bisa efektif jika lahir dari pemahaman mendalam terhadap aspirasi dan tantangan nyata di lapangan.
Penegasan ini disampaikan setelah pelaksanaan kegiatan Berdaya Bersama Kupang di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang mempertemukan Kemenko PM dengan ratusan pelaku ekonomi kreatif, pekerja lepas (gig workers), UMKM, serta tokoh komunitas dan lintas agama.
Menurut Leontinus, pemerintah tidak dapat menyusun kebijakan dari jarak jauh tanpa mendengar langsung suara masyarakat. Ia menilai setiap kelompok, baik pelaku UMKM di desa, pekerja kreatif di kota, maupun tokoh komunitas, memiliki aspirasi dan tantangan yang berbeda.
Baca Juga: Kemenko PM Gandeng OMS Buat Aturan Pelindungan PMI
“Karena itu, pemerintah berkewajiban mendengar, memahami, sekaligus menerjemahkan masukan tersebut menjadi program yang relevan dan solutif,” kata dia dalaï keterangannya, Rabu (1/10).
Dalam dialog tersebut, Kemenko PM menerima sejumlah masukan langsung, terutama terkait tantangan yang dihadapi pekerja lepas dan pelaku ekonomi kreatif. Masukan itu mencakup kebutuhan akan kejelasan status kerja, akses perlindungan sosial seperti BPJS Ketenagakerjaan, serta standarisasi keterampilan agar mampu bersaing di pasar global.
Leontinus menilai masukan tersebut sangat penting untuk memperkaya proses perumusan regulasi dan program agar lebih tepat sasaran.
Kemenko PM menegaskan bahwa pendekatan dialogis menjadi kunci agar program pemerintah tidak bersifat top-down, melainkan kolaboratif dan partisipatif. Dengan melibatkan pemangku kepentingan sejak awal, peluang keberhasilan dinilai lebih besar karena masyarakat memiliki rasa kepemilikan bersama.
Model dialog partisipatif ini sebelumnya telah diuji coba di Palembang, Yogyakarta, dan Bandung.
Baca Juga: Sinergi untuk UMKM, Kemenko PM Gelar Uji Publik Program Berdaya Bersama
Leontinus menyampaikan bahwa model dialog seperti di Kupang akan terus diperkuat di berbagai daerah. Menurutnya, sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan komunitas lokal menjadi cetak biru pemberdayaan ekonomi berkelanjutan. Ia menekankan bahwa setiap kebijakan harus berakar dari kebutuhan nyata di lapangan, bukan sekadar asumsi di tingkat pusat.
Sektor ekonomi kreatif di NTT sendiri menunjukkan kontribusi yang semakin signifikan. Data tahun 2024 mencatat nilai tambah ekonomi kreatif mencapai Rp934,7 miliar dengan 10.803 pelaku kreatif terdaftar.
Per Agustus 2025, jumlah UMKM di NTT tercatat 366.473 unit, mayoritas usaha mikro. Dari total tersebut, subsektor kriya/tenun dan kerajinan mendominasi dengan 71,9% atau 7.769 pelaku, diikuti kuliner sebesar 22,1% (2.389 pelaku) dan fesyen 2,8% (305 pelaku).
Selanjutnya: Mengapa Konsolidasi Asuransi Pelat Merah Mendesak? Simak Penjelasannya
Menarik Dibaca: Tengok 5 Risiko Investasi yang Wajib Dipahami Agar Keuangan Tetap Aman
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News