kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ikuti jejak negara tetangga, RI protes keras klaim Beijing di Laut China Selatan!


Selasa, 02 Juni 2020 / 06:26 WIB
Ikuti jejak negara tetangga, RI protes keras klaim Beijing di Laut China Selatan!
ILUSTRASI. Pergerakan kapal Coast Guard China terlihat melalui layar yang tersambung kamera intai dari Pesawat Boeing 737 Intai Strategis AI-7301 Skadron Udara 5 Wing 5 TNI AU Lanud Sultan Hasanudin Makassar saat melakukan patroli udara di Laut Natuna, Sabtu (4/1/20


Sumber: The Jakarta Post | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia telah menolak klaim China di Laut China Selatan, mengikuti jejak negara tetangganya di Asia Tenggara, yang telah mengajukan keprihatinan serupa kepada Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). 

Melansir The Jakarta Post, dalam sepucuk surat yang dikirim ke sekretaris jenderal PBB minggu lalu, Indonesia menegaskan kembali posisinya yang sudah lama bahwa negara itu tidak terlibat dalam pertikaian wilayah di Laut China Selatan, sambil mempertahankan bahwa klaim bersejarah Tiongkok atas Laut China Selatan jelas tidak memiliki dasar hukum internasional. 

The Jakarta Post memberitakan, Indonesia adalah satu-satunya negara di Asia Tenggara yang mengirim surat protes seperti itu, meskipun zona ekonomi eksklusif (EEZ) di Laut Natuna Utara terletak berdekatan dengan perairan yang sangat disengketakan. 

Baca Juga: Sumber militer China: Beijing ingin kuasai jalur sengketa Pratas, Paracel, & Spratly

Meski demikian, pemerintah Indonesia mengatakan surat itu, belum pernah terjadi sebelumnya, karena pertukaran pandangan serupa juga terjadi pada tahun 2009 dan 2010 di Komisi PBB.

Melansir Taiwan News, Dalam surat yang ditujukan kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres pada hari Selasa (26/5/2020), Indonesia menunjukkan "batas sembilan garis" yang dikeluarkan oleh Beijing tidak memiliki dasar hukum internasional dan bertentangan dengan Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS 1982). 

Baca Juga: Ini sumber ketegangan baru antara China dan negara tetangga di Laut China Selatan

Indonesia juga menandaskan bahwa peta nine dash line, yang dirambah di zona ekonomi beberapa negara Asia Tenggara, adalah fiktif dan tidak memberikan kedaulatan China atas wilayah tersebut.

Pemerintah Indonesia juga menyebutkan, keputusan tahun 2016 oleh Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag yang dimenangkan Filipina terhadap klaim China bahwa ia memiliki hak bersejarah atas wilayah maritim. Indonesia mendesak "kepatuhan penuh terhadap hukum internasional" dan menyatakan bahwa itu tidak terikat oleh klaim yang dibuat bertentangan dengan perjanjian hukum global, lapor Radio Free Asia.

Baca Juga: Akhirnya terkuak! China sudah ingin menguasai Laut China Selatan sejak 2010

Ahli kelautan Asia Gregory Poling dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) AS mengatakan, surat Indonesia itu penting karena tidak ada tetangga Filipina yang secara eksplisit mendukung kemenangan 2016 melawan Tiongkok. Sebelum ini, negara-negara Asia Tenggara lainnya hanya menyiratkan dukungan mereka karena takut terlibat dalam sengketa wilayah, menurut Storm Media.

Gregory Poling, direktur Asia Maritime Transparency Initiative (AMTI) di bawah Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) yang berbasis di Washington, mengatakan tindakan Indonesia membuka jalan baru.

Baca Juga: China paksa kapal perang AS pembawa rudal keluar dari Laut China Selatan

“Verbal note ini adalah pertama kalinya bahwa salah satu tetangga Asia Tenggara Filipina telah berdiri dan secara eksplisit mendukung kemenangan arbitrase 2016 melawan China. Pejabat di Jakarta telah mendorong ini selama empat tahun dan sepertinya mereka akhirnya menang karena kekhawatiran politik tentang China,” katanya kepada BenarNews. (The Jakarta Post, Taiwan News)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×