Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Adi Wikanto
Jakarta. Pemerintah masih menimbang untuk menarik utang di akhir tahun ini demi memenuhi kebutuhan belanja di awal tahun depan alias prefunding. Meski begitu, prioritas sumber pendanaan yang akan dipakai adalah sisa anggaran.
Direktur Strategi dan Portofolio Utang Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan (Kemkeu) Schneider Siahaan mengatakan, kebutuhan belanja di awal 2017 cukup besar, lebih besar dari pada kebutuhan belanja di awal 2016.
Kebutuhan itu mencakup belanja proyek, gaji pegawai, hingga pembayaran dana transfer umum (DAU) yang ditunda pemerintah tahun ini. "(Jumlahnya) agak banyak, Rp 90,4 triliun dalam dua minggu di awal tahun depan," kata Schneider, Kamis (27/10) lalu.
Meski begitu, imbuh Schneider, pemerintah tidak akan buru-buru memutuskan melakukan ijon utang. Meskipun langkah ini diperkenankan dalam APBN 2017 dan juga pernah dilakukan pemerintah pada akhir tahun 2015 lalu.
Menurut Schneider, Kemkeu masih memantau pergerakan cash flow pemerintah, terutama posisi penerimaan pajak dan realisasi anggaran belanja negara. Apalagi pemerintah telah memangkas anggaran belanja Rp 137,6 triliun, yang di dalamnya termasuk penundaan DAU ke tahun depan sebesar Rp 19,4 triliun.
Besaran cash flow yang berupa Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA) di akhir tahun ini juga akan menjadi penentu apakah pemerintah akan melakukan prefunding atau tidak. Saat ini pemerintah memiliki Saldo Anggaran Lebih (SAL) Rp 51 triliun yang siap digunakan memenuhi anggaran awal 2017. "Kalau ternyata ada SiLPA mencapai Rp 50 triliun–Rp 100 triliun, kami tidak perlu melakukan prefunding," kata Schneider.
Perkiraan besaran SiLPA 2016 baru akan terlihat pada pekan kedua atau ketiga di bulan November mendatang.
Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemkeu Robert Pakpahan mengatakan, akan memprioritaskan penggunaan SAL untuk memenuhi anggaran belanja di awal tahun 2017. "Yang perlu dihitung kebutuhan di minggu pertama cukup atau tidak dengan SAL yang ada," kata Robert.
Sebagai gambaran, akhir tahun lalu, pemerintah melakukan prefunding dengan total sebesar US$ 3,5 miliar dan Rp 15 triliun yang dilakukan selama Desember 2015.
Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih berpendapat, kondisi saat ini masih kondusif bagi pemerintah melakukan prefunding hingga US$ 3 miliar–US$ 5 miliar. Ia menyarankan pemerintah menerbitkan SBN berdenominasi dollar AS. "Penerbitan global bond juga akan membantu penguatan rupiah," kata Lana.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News