kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45892,58   -2,96   -0.33%
  • EMAS1.324.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

IHS Markit: Kinerja manufaktur Indonesia makin solid di akhir tahun 2020


Senin, 04 Januari 2021 / 09:29 WIB
IHS Markit: Kinerja manufaktur Indonesia makin solid di akhir tahun 2020
ILUSTRASI. IHS Markit: Kinerja manufaktur Indonesia makin solid di akhir tahun 2020.


Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kondisi industri manufaktur nampak semakin membaik pada bulan terakhir di tahun 2020. IHS Markit mencatat, Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada bulan Desember 2020 sebesar 51,3 atau naik dari 50,6 pada bulan November 2020.

“Data tersebut menunjukkan peningkatan sedang pada kondisi bisnis dan paling tinggi selama sepuluh bulan,” ujar lembaga tersebut.

Perbaikan kinerja manufaktur tersebut didorong oleh peningkatan pesanan baru, melanjutkan tren peningkatan pada November 2020. Padahal, seperti kita tahu permintaan baru sempat tersendat akibat Covid-19.

Meski permintaan dalam negeri meningkat, sayangnya pesanan barang untuk diekspor nampak turun tajam.

Baca Juga: Jangan Terlalu Berharap IHSG Naik Tinggi Meski Ada January Effect

Pertumbuhan total bisnis baru mendkung peningkatan output. Meski memang tidak lebih besar dari bulan November 2020, tetapi laju ekspansi bisnis masih solid dan bahkan merupakan yang tercepat kedua dalam sejarah survei.

Namun, di tengah mulai getolnya aktivitas manufaktur, jumlah tenaga kerja masih terus diturunkan. Nampaknya, para pelaku industri masih waspada akan perkembangan ke depan.

Aktivitas pembelian juga tergolong stabil pada bulan Desember 2020 karena sejumlah perusahaan meningkatkan pembelian input mereka, sejalan dengan peningkatan pesanan baru.

“Bahkan, ada perusahaan lain yang akhirnya mengalami penurunan pembelian akibat kesulitan dalam mencari bahan baku,” tambah IHS Markit.

Baca Juga: January effect masih berpotensi terjadi tahun depan, ini pendorongnya

Nah, masalah kesulitan bahan baku ini disebabkan oleh masih adaya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di sejumlah daerah dan kesulitan tertentud alam mengimpor bahan baku.

Pembatasan aktivitas tersebut membuat industri harus menunggu cukup lama untuk mendapatkan bahan baku. Bahkan, waktu menunggu bahan baku di bulan lalu merupakan yang paling lama dalam tujuh bulan terakhir.

Dengan kurangnya bahan baku tersebut, menyebabkan harga input meningkat tajam dan cepat. Sehingga, laju inflasi biaya input tercatat meningkat paling tinggi sejak bulan November 2018.

Baca Juga: Indeks manufaktur menembus level eskpansif, investor tetap perlu waspada

Harga output juga naik paling cepat  dan merupakan salah satu yang paling cepat dalam 19 bulan karen aperusahaan membebankan biaya input yang lebih tinggi tersebut kepada konsumen.

Lebih lanjut, stok pembelian dan barang jadinampak menurun pada akhir tahun 2020. Namun, penurunannya masih ke level sedang.

“Tingkat penurunan inventaris praproduksi juga berkurang selama 8 bulan berturut-turut dan tergolong paling lemah sejak bulan Februari,” tandasnya.

Selanjutnya: Menko Airlangga sebut pemulihan ekonomi semakin nyata

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

[X]
×