Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat sepanjang 2018 vonis terhadap rata-rata putusan terdakwa pidana korupsi pada seluruh tingkat pengadilan masih dalam kategori ringan.
Hal itu terlihat dari rata-rata vonis yang dijatuhkan pengadilan terhadap terdakwa yag dituntut olek KPK dalam 4 tahun 7 bulan. Sementara, rata-rata vonis yang dijatuhkan oleh pengadilan atas terdakwa yang penuntutannya dilakukan oleh kejaksaan adalah 2 tahun 2 bulan.
Data itu berdasarkan 1.062 terdakwa perkara yang diputus pada 2018, ada 918 terdakwa yang diputus dalam kategori ringan (1 tahun-4 tahun). "Dari 918 terdakwa yang divonis ringan tersebut KPK menyumbang 7,28% atau sebanyak 67 terdakwa sedangkan kejaksaan menyumbang 853 terdakwa atau sekitar 92,72%," jelas peneliti ICW Kurnia Ramadhan dalam keterangan tertulis yag diterima Kontan.co.id, Senin (29/4).
Kemudian pada kategori sedang (>4-10 tahun) dari 180 180 terdakwa yang diputus oleh pengadilan, 69 terdakwa (38,76%) yang diputus sedang, dituntut oleh KPK sedangkan 109 terdakwa (61,24%) yang divonis melalui kejaksaan.
Untuk vonis yang termasuk kategori berat (>10 tahun) yaitu, sembilan terdakwa, lima diantaranya (55,56%) yang diputus berat adalah terdakwa yang penuntutannya dilakukan oleh KPK, dan empat terdakwa lainnya (44,44%) dituntut oleh kejaksaan.
Dalam hal ini ICW memahami kalau penjatuhan putusan dipengaruhi oleh berbagai hal. Namun, mengingat seriusnya masalah korupsi di Indonesia, sektor penegakan hukum diharapkan dapat menjadi salah satu ujung tombak upaya pemberantasan korupsi.
Salah satunya, melalui hukuman yang menjerakan terdakwa. "Jika hukuman badan (pidana penjara) tidak dipandang sebagai cara ampuh dalam menjerakan pelaku korupsi, mekanisme lain yang dapat ditempuh seperti pemidanaan secara finansial (pidana tambahan uang pengganti dan kombinasi dakwaan dengan UU TPPU) juga tidak dilakukan secara maksimal," tambah Kurnia.
Apalagi hal-hal di atas akan semakin diperparah dengan proses pemasyarakatan bagi para terpidana korupsi. Praktik koruptif dalam lapas juga masih jamak, sehingga OTT yang dilakukan oleh KPK terhadap Kalapas Sukamiskin misalnya, tidaklah terlalu mengagetkan.
Artinya, keseluruhan keseluruhan pemidanaan di Indonesia (Criminal Justice System) masih problematik, di mana satu proses hukum akan mempengaruhi proses hukum yang lain. Pidana berat yang dituntut oleh penuntut umum dan dijatuhkan oleh pengadilan akan menjadi sia-sia jika proses pemberian remisi maupun pembebasan bersyarat masih longgar yang diperparah dengan masih maraknya praktik koruptif di lapas.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News