Reporter: RR Putri Werdiningsih |
JAKARTA. Pemberian tanda bintang dalam anggaran yang diajukan oleh Kementerian atau Lembaga (K/L) oleh pihak DPR dinilai tidak perlu dilakukan lagi. Menurut peneliti Indonesian Corruption Watch (ICW) Abdullah Dahlan sikap ragu-ragu DPR itu justru menimbulkan peluang terjadinya politik transaksional permainan anggaran.
"Itu enggak ada dasarnya, lebih baik kalau setuju ya sudah terima kalau dianggap kurang ya ditolak saja," kata Abdullah saat ditemui di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (8/3).
Abdullah mengatakan apabila pihak Senayan menyetujui suatu anggaran tetapi pada akhirnya memberikan tanda bintang itu menunjukkan mereka tidak punya rincian. Seharusnya dalam penyusunan APBN, DPR harus mencermati target yang ingin dicapai melalui anggaran yang digelontorkan.
"Kalau tidak ini menimbulkan politik transaksional," lanjutnya.
Menurutnya dengan ditangguhkannya anggaran, biasanya akan menimbulkan lobi-lobi pihak tertentu untuk membuka blokir tersebut. Kata dia ini sudah dibuktikan dari beberapa kasus korupsi yang terjadi selama seperti dalam kasus Hambalang. Abdullah mencontohkan blokir bintang pada awal anggaran sekitar Rp 120 miliar kemudian menjadi naik berkali-kali lipat.
Hal tersebut juga menjadi salah satu poin yang diajukan gugatan uji materi yang dilakukan tim advokat penyelamatan keuangan negara. Mereka meminta MK untuk menyatakan pasal 71 huruf g dan pasal 156 huruf a dan b UU MD3 konstitusional bersyarat. Hal itu diajukan lantaran selama ini aturan pemberian tanda bintang itu tidak pernah diatur dan yang terjadi saat ini justru kerap menjadi peluang korupsi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News