Reporter: Fahriyadi | Editor: Fahriyadi .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia menyampaikan sebuah gagasan inovatif dalam Africa Global Health Symposium yang diselenggarakan di Casablanca, Maroko, pada 4-5 September 2025. Pada Forum ini, Indonesia diwakili oleh Center for Information and Development Studies (CIDES-ICMI), lembaga kajian strategis di bawah ICMI yang fokus pada penelitian dan pengembangan pemikiran untuk menjawab tantangan pembangunan nasional.
Forum yang dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai belahan dunia ini mengusung pendekatan pengurangan bahaya atau ‘harm reduction’ dari perspektif Islam. Gagasan ini menawarkan jalan tengah bagi negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim dalam menanggulangi prevalensi merokok sekaligus menjaga stabilitas ekonomi, khususnya kesejahteraan petani tembakau dan cengkih.
Gagasan tersebut disampaikan oleh Prof. Andi Bakti, MA, Ph.D., Ketua CIDES-ICMI, yang menjadi salah satu pembicara dalam forum tersebut. Beliau memaparkan bahwa Indonesia, sebagai produsen tembakau terbesar keenam dan produsen cengkih terbesar pertama di dunia, menghadapi dilema unik antara menjaga kesehatan masyarakat dan melindungi mata pencaharian jutaan warganya.
“Larangan total terhadap produk tembakau konvensional bukanlah solusi yang adil dan efektif, terutama bagi negara dengan industri dan budaya tembakau yang telah mengakar seperti Indonesia. Pendekatan harm reduction yang selaras dengan prinsip-prinsip Islam, seperti maslahah (kebaikan bersama) dan hifz al-nafs (perlindungan hidup), menawarkan solusi yang lebih seimbang,” ujar Prof. Andi Bakti pada artikelnya yang dimuat dalam buku ‘Harm Reduction: The Manifesto 2025’ seperti dikutip, Senin (15/9).
Artikel yang dipresentasikan menyoroti pentingnya membedakan profil risiko berbagai produk tembakau. Salah satu contohnya, produk tembakau yang dipanaskan (HTP/HNB) dimana berdasarkan berbagai kajian ilmiah internasional disebutkan dapat mengurangi paparan zat berbahaya hingga 90-95% dibandingkan rokok yang dibakar.
Selain produk tembakau dipanaskan, berkat perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan, saat ini juga sudah ada beberapa kategori produk lain yang sudah terbukti secara ilmiah dapat mengurangi paparan zat berbahaya jika dibandingkan rokok. Inovasi-inovasi tersebut dapat menjadi alternatif bagi perokok dewasa yang kesulitan berhenti, sekaligus menjaga kelangsungan industri yang menopang perekonomian nasional.
Dukungan regulasi modern di Indonesia, seperti UU Kesehatan No. 17 Tahun 2023 juga menjadi contoh nyata bagaimana kebijakan mulai dirancang secara proporsional dan mempertimbangkan adanya faktor perbedaan risiko antara produk tembakau yang beredar di pasaran. Harapannya, peraturan turunannya dapat mengadaptasi pendekatan pengurangan risiko agar manfaat produk tembakau alternatif dapat dimaksimalkan.
Prof. Andi Bakti menyerukan pentingnya kolaborasi antara ulama, ahli kesehatan masyarakat, dan pemerintah untuk menyusun panduan berbasis bukti ilmiah dan nilai-nilai keagamaan. “Dengan kolaborasi ini, negara-negara Muslim dapat menjadi pelopor dalam model pengendalian tembakau yang adil, efektif, dan berbasis ilmu pengetahuan,” katanya.
Gagasan Indonesia ini mendapat sambutan hangat dari para peserta symposium, terutama dari perwakilan negara-negara Afrika yang menghadapi tantangan serupa. Gagasan ini diharapkan dapat menginspirasi negara-negara lain, khususnya di kawasan Afrika dengan populasi Muslim yang signifikan, untuk mengadopsi kebijakan pengendalian tembakau yang komprehensif dan berkeadilan.
Selanjutnya: Pertumbuhan Kredit UMKM Masih Lesu, Bank Sampoerna Utamakan Jaga Kualitas Pinjaman
Menarik Dibaca: Promo Alfamidi Hemat Satu Pekan 15-21 September 2025, Sunlight Botol Cuma Rp 9.900
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News