Reporter: Ratih Waseso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pembahasan revisi Undang-Undang No 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) diprediksi bakal membutuhkan waktu panjang. Terutama beberapa isu yang alot pembahasannya.
Ketua Umum Himpunan Kurator dan Pengurus Indonesia Soedeson Tandra menjelaskan, isu cross border insolvency merupakan hal yang krusial dalam revisi revisi beleid ini. Soedeson juga menekankan perlunya kehati-hatian harus mempertimbangkan banyak aspek.
"Jangan hanya dilihat dari segi hukum saja tapi juga dari juga dari segi politik, ekonomi, kedaulatan, dan budaya harus dipertimbangkan di dalamnya," jelas Soedeson ditemui di kantornya pada Jumat (15/3).
Mengenai apakah akan ada usulan lain dari HKPI mengenai revisi UU yang ditunggu oleh para Kurator dan pebisnis ini Soedeson menekankan bahwa isu cross border saat ini yang dinilai krusial.
Sekjen HKPI Martin Erwan menambahkan bahwa pihaknya sudah memberikan proposal yang berisi masukan terkait revisi tersebut sejak awal tahun 2018.
Martin menambahkan bahwa masih ada hal utama yang perlu dilakukan revisi, yaitu terkait syarat dan ketentuan pengajuan kepailitan.
"Ya dari kami ingin pengajuan permohonan kepailitan agak diperketat lah diseleksi. Menekankan PKPU-nya, satu perusahaan tidak sehat itu tidak hanya kondisi manajemennya. Di Indonesia inikan kondisi politik mempengaruhi situasi sosial politik itu harus diajukan, rescheduling barangkali kesulitan bukan manajemen tapi juga faktor luar," terang Martin saat acara Diskusi HKPI Goong Concern dalam UU Kepailitan.
Mengamini sang Ketua Umum, Martin juga menekankan bahwa revisi juga disarankan agar melihat segi sosial politik, ekonomi dan budaya Indonesia sendiri.
Martin berharap revisi tersebut dapat dipercepat namun tidak melupakan unsur kehati-hatian yang harus mempertimbangkan banyak unsur.
"Usulan kita masih relevan kalau ada yang baru nanti ada usulan baru akan didiskusikan di publik ya yang sama DPR itu, nanti akan dilemparkan ke publik entah melalui pers atau FGD nanti kita lihat apakah masih relevan atau enggak," tambah Martin.
Dalam berita Kontan sebelumnya dijelaskan soal kepailitan antar negara ini sebenarnya bukan hal baru. Di Eropa hal serupa juga sempat jadi perhatian, hingga pada 2011 menerbitkan European Cross Border Insolvency Law.
Dalam UU 37/2004 ketentuan kepailitan antar negara memang belum jadi norma hukum bisnis di Indonesia. Sehingga kurator kerap kesulitan membereskan aset debitur jika berada di luar negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News