Reporter: Noverius Laoli | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Sengketa antara Hary Tanoeoedibjo, bos MNC Group dengan Siti Hardiyanti Rukmana alias mbak Tutut belum berakhir. Pasca Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BAN) menjatuhkan putusan yang mewajibkan Tutut membayar kelebihan pembiayaan perjanjian investasi Rp 510 miliar, kubu Hary Tanoe langsung menagih kelebihan itu kepada Tutut.
Kuasa hukum Hary Tanoe, Andi F.Simangunsong mengatakan pihaknya telah menerima salinan putusan BANI tersebut pada Selasa (16/12) lalu. Sehari setelah itu, pihaknya langsung melayangkan surat tagihan kepada Tutut pada hari Rabu (17/12). "Dalam surat itu kami meminta agar dalam waktu tujuh hari ke depan, Mbak Tutut harus membayar tagihan tersebut," ujar Andi kepada KONTAN pekan lalu.
Namun Andi menolak menjelaskan upaya hukum apa yang akan dilakukan bila kubu Tutut tidak membayar tagihan yang diminta Hary Tanoe.
Andi mengatakan putusan BANI telah final dan mengikat. Soalnya, sebelum perkara itu diperiksa di BANI, kedua belah pihak telah sepakat untuk tidak melawan putusan BANI dengan membatalkannya di pengadilan negeri. "Para pihak telah berjanji untuk tidak menchallange putusan Arbitrase. Maka tidakbisa lagi ada gugatan pembatalan di pengadilan negeri," ujar Andi.
Namun bila kubu Tutut tetap ngotot ingin membatalkan putusan Arbirase lewat pengadilan negeri, maka Andi bilang hal itu mengindikasikan kubu Tutut melakukan pelanggaran perjanjian. Andi juga mengatakan putusan Pengadilan Negeri (PN) sampai tingkat Mahakah Agung (MA) yang memenangkan Tutut tidak pernah berbicara soal pemegang saham. Sehingga klaim pihak Tutut terkait kepemilikan PT Cipta Televisi Indonesia (TPI) tidak berdasar.
Terkait hal ini, kuasa hukum Tutut, Harry Ponto belum memberikan tanggapan. Telepon dan pesan singkat dari KONTAN belum direspon. Namun sebelumnya ia mengatakan pihaknya akan mengevaluasi putusan BANI. Sebab kubu Tutut menduga ada kejanggalan dalam putusan BANI yang berpotensi dibatalkan melalui pengadilan. Pihaknya Tutut juga menilai putusan BANI tidak lebih tinggi dari pada putusan MA.
Di dalam putusan MA tersebut, papar Harry, dikatakan bahwa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) bersi Tutut merupakan RUPS yang sah. Dengan demikian putusan BANI tidak dapat lagi dieksekusi, karena kubu Tutut pemilik sah TPI berdasarkan putusan MA.
Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengatakan pihaknya belum mengambil keputusan baru soal kepemilikan frekuensi TPI. Soalnya, Kemimfo belum menerima permohonan pengelolaan frekuensi itu dari kubu Tutut maupun Hary Tanoe.
"Belum kami terima permohonan dari kedua pihak. Tapi saya akan cek lagi besok, ini masih baru selesai tugas dari luar kota," ujarnya kepada KONTAN dalam pesan singkat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News