Reporter: Annisa Maulida | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi IV DPR meminta supaya pemerintah merevisi Inpres nomor 5 tahun 2015 tentang kebijakan pengadaan gabah/beras dan penyaluran beras oleh pemerintah. Hal ini disimpulkan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi IV DPR dengan Perum Bulog, Kamis (13/9).
Persatuan Pengusaha Penggilingan Beras dan Padi (Perpadi) justru mengatakan, revisi Inpres ini akan menyebabkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah dan beras meningkat. HPP selama ini menjadi acuan bagi pemerintah untuk membeli gabah dan beras ketika produksi berlebih dan saat harga akan jatuh.
Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Beras dan Padi (Perpadi) Sutarto Alimoeso menyatakan, bahwa selama ini HPP menjadi harga acuan baik di pasar maupun di petani. Mengenai kondisi harga di pasar, pada dasarnya selalu di atas HPP. Kecuali saat panen raya yang produksinya berlebih. “Kalau misalnya HPP mau dinaikkan, misalnya 10%, posisi itu akan dicapai karena semua masyarakat dan petani pun akan menggunakan acuan itu,” lanjut Sutarto kepada Kontan.co.id, Selasa (18/9).
Dalam Inpres itu disebutkan mengenai harga pembelian pemerintah untuk gabah kering panen (GKP) di tingkat petani sebesar Rp 3.700 per kg, harga GKP di penggilingan Rp 3.750 per kg, dan harga gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan Rp 4.600 per kg, GKG di gudang Bulog Rp 4.650 per kg, dan HPP beras di Gudang Bulog Rp 7.300 per kg.
Sutarto menjelaskan, pemerintah menetapkan HPP termasuk menetapkan harga fleksibilitas pembelian Bulog yang akan menjadi acuan masyarakat dan petani. Ketika produksi berlebih, harga akan medekati HPP yang ditetapkan pemerintah dan pada posisi produksinya kurang, harga akan naik mendekati Harga Eceran Tertinggi (HET).
Untuk menanggulangi kenaikan HPP pemerintah harus mempunyai cadangan yang cukup. “Dengan cadangan yang cukup, bila terjadi kenaikan harga karena suplai kurang, pemerintah harus mengeluarkan cadangannya,” saran Sutarto.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News