Reporter: Arsy Ani Sucianingsih | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Fluktuasi harga minyak mentah dunia yang terus terjadi menjadi perhatian pemerintah. Sebab, turun naiknya harga minyak tersebut juga berpengaruh pada harga minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) dan berdampak pada nilai subsidi dan APBN.
Mengutip data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), rata-rata harga minyak Indonesia pada Februari 2018 menurun dibandingkan Januari 2018. Dari penghitungan formula ICP, maka ICP bulan Februari 2018 ditetapkan US$ 61,61 per barel atau turun US$ 3,98 per barel dari Januari 2018 yang sebesar US$ 65,59 per barel.
Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro (PKEM) Kementrian keuangan (Kemkeu) Adriyanto mengatakan, pemerintah akan terus memantau pergerakan harga minyak dunia. Walau tren kenaikan harga masih terjadi, namun saat ini pemerintah belum ada rencana mengubah asumsi ICP di dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Kami harus berhati-hati terkait harga minyak. Pemerintah akan terus memantau faktor pendorongnya, khususnya stok di AS," ujarnya kepada Kontan.co.id, Senin (5/3).
Direktur Penyusunan APBN Ditjen Anggaran Kemkeu Kunta Wibawa Dasa Nugraha menambahkan, pemerintah akan terus memantau pergerakan harga minyak dunia selama satu semester 2018. "Kami akan tetap menjaga harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan juga neraca Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Pertamina," ujarnya
Selain ICP, Kunta bilang, pemerintah juga terus mengamati pergerakan nilai tukar rupiah dan volume kebutuhan bahan bakar.
Dia berharap fluktuasi harga minyak dan kurs rupiah sepanjang tahun 2018 ini, tidak terlalu berbeda jauh dengan asumsi ICP dalam APBN 2018 yang sebesar US$ 48 per barel dan nilai tukar rupiah sebesar Rp 13.400 per dollar AS.
Ekonom Indef Bhima Yudhistira menilai, penurunan ICP di Februari 2018 tidak begitu signifikan. Sebab, deviasi antara asumsi ICP dalam APBN 2018 yang US$ 48 per barel cukup tinggi. "ICP sebesar US$ 61,6 per barel masih jauh dari nilai ICP dalam APBN. Untuk mengurangi selisih tersebut, pemerintah perlu menaikkan harga minyak di asumsi APBN. Idealnya antara US$ 55 hingga US$ 60 per barel," ujarnya.
Bahkan menurut Bhima, ada kemungkinan dengan tren pelemahan rupiah dan instabilitas geopolitik, harga minyak bisa di atas US$ 70 per barel hingga akhir tahun.
Perkiraan Bhima ini sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia bahwa harga minyak dunia akan terus meningkat menjauhi asumsi pemerintah. BI memproyeksi rata-rata minyak mentah dunia selama 2018 mencapai US$ 60 per barel, lebih tinggi dibandingkan proyeksi sebelumnya US$ 52 per barel
Gubernur BI Agus Martowardojo bilang, harga minyak dunia akan berisiko pada laju inflasi. "Di Rapat Dewan Gubernur (RDG) Februari lalu kami sudah melihat tekanan. Tapi secara umum inflasi masih sesuai target 3,5 plus minus 1%," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News