Reporter: Ratih Waseso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan (Kemendag) mencatat per 1 November 2021 dua komoditi pangan yaitu minyak goreng dan cabai mengalami kenaikan harga tinggi.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Oke Nurwan mengatakan,komoditi yang mengalami kenaikan harga cukup signifikan di banding bulan lalu hanya minyak goreng baik minyak goreng curah, kemasan sederhana dan kemasan premium.
Kemudian harga cabai juga naik baik cabai merah keriting dan cabai merah besar. "Tapi harga barang kebutuhan pokok lainnya relatif stabil." jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (2/11).
Adapun, minyak goreng curah naik 11,27% dibandingkan bulan lalu menjadi Rp 15.800 per liter, minyak goreng kemasan sederhana naik 8,78% menjadi Rp 16.100 per liter, minyak goreng kemasan premium naik 6,71% menjadi Rp 17.500 perliter. Stok minyak goreng saat ini ada diangka 628.600 ton dengan ketahanan 1,49 bulan.
Baca Juga: Harga CPO melejit, analis sebut kondisi ini bentuk pemulihan ekonomi
Oke menjelaskan, kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri dipicu oleh kenaikan harga CPO dunia (CPO Dumai) yang masih terus terjadi hingga sempat menembus level tertinggi sepanjang tahun 2021 sebesar Rp.12.082 per liter di minggu ke-4 Oktober.
"Harga CPO pada Minggu ke-4 Oktober 2021 meningkat sebesar 44,03% dibanding Oktober 2020," imbuhnya.
Lebih lanjut, harga minyak goreng berpotensi terus mengalami peningkatan karena pengaruh kenaikan harga CPO internasional, meningkatnya permintaan bahan baku CPO untuk industri biodiesel dalam rangka program B 30 dan turunnya jumlah panen sawit di dalam negeri.
Sebagai tindak lanjut, pemerintah berencana menghentikan ekspor minyak sawit mentah (CPO) guna meningkatkan nilai tambah di dalam negeri. Selain itu juga telah dilakukan koordinasi dengan pelaku usaha minyak goreng, melalui surat Dirjen Perdagangan Dalam Negeri.
Melalui surat tersebut disampaikan agar seluruh produsen minyak goreng untuk tetap menjaga pasokan di dalam negeri dalam rangka stabilisasi harga dan ketersediaan minyak goreng melalui penyediaan minyak goreng kemasan sederhana di pasar ritel dan pasar tradisional yang dijual dengan harga sesuai ketetapan Pemerintah.
Baca Juga: Kemendag teken MoU ekosistem UKM ekspor, targetkan transaksi US$ 12,5 juta
Selanjutnya kepada produsen yang memiliki lini industri kelapa sawit terintegrasi dari hulu sampai hilir agar menyediakan CPO dengan harga khusus untuk diproduksi oleh industri minyak goreng dalam negeri menjadi minyak goreng kemasan sederhana.
Disamping itu, diminta juga agar produsen menyediakan minyak goreng kemasan sederhana yang dijual dengan harga sesuai ketetapan pemerintah.
Tindak lanjut lainnya ialah, memonitoring penyediaan pasokan minyak goreng nasional termasuk minyak goreng kemasan sederhana dalam rangka kesiapan pemberlakuan kebijakan minyak goreng sawit wajib kemasan. Juga akan dilakukan koordinasi dengan Ditjen Bea Cukai terkait kemungkinan menaikkan Bea Keluar.
Sedangkan untuk kenaikan harga cabai disebabkan oleh sentra-sentra produksi yang sudah memasuki masa akhir panen sehingga pasokan cabai menjadi berkurang. "Harga diprediksi akan terus mengalami kenaikan," kata Oke.
Cabai merah keriting dibandingkan bulan lalu naik 15,10% menjadi Rp 34.300 per kilogram, cabai merah besar naik 13,31% menjadi Rp 33.200 per kilogram.
Baca Juga: Harga minyak goreng melonjak tinggi, ini penyebabnya
Pasokan indikatif cabai dalam pantauan Kemendag seminggu terakhir di 20 pasar induk ialah 417,42 ton per hari atau 8,14% di atas pasokan normal. Kemudian pasokan cabai di Pasar Induk Kramat Jati dalam seminggu terakhir ialah 108 ton per hari atau 13,6% di bawah pasokan normal 125 ton.
Selain minyak goreng dan cabai, komoditas telur ayam ras juga masih perlu menjadi perhatian. Hal tersebut karena harga telur di tingkat peternak masih berada di level Rp17.750 per kilogram atau masih 6,58% di bawah harga acuan Rp 19.000.
Sedangkan harga telur ayam ras di tingkat eceran berada di level Rp 23.900 per kilogram masih di bawah harga acuan yaitu Rp 24.000 per kilogram.
"Rendahnya harga telur di tingkat peternak disinyalir disebabkan karena terjadi oversupply. Kondisi ini dinilai memberatkan peternak rakyat karena harga input produksi yaitu pakan jagung mengalami kenaikan yang signifikan," imbuhnya.
Selanjutnya: Proyeksi BI: Cabai Merah dan Minyak Kerek Inflasi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News