Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
Sependapat dengan Bhima, peneliti senior Institute Kajian Strategis (IKS) Universitas Kebangsaan RI Eric Sugandi juga menyatakan bahwa penurunan harga minyak ini berdampak negatif pada penerimaan pajak migas dan PNBP migas, meski bisa menurunkan beban subsidi BBM.
Dengan adanya penurunan penerimaan ini, tak menutup kemungkinan juga bisa memperlebar defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Di satu sisi, Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan, pemerintah masih akan terus memantau perkembangan harga minyak dan pengaruhnya terhadap penerimaan negara.
Baca Juga: Harga minyak WTI anjlok ke US$ 14 dan bisa berlanjut kuartal II
"Tentu kami akan melihat trend minyak ini sampai dengan akhir tahun 2020, jadi bukan harian atau mingguan untuk saat ini. Dan rata-ratanya untuk 12 bulan tahun anggaran," jelas Askolani kepada Kontan.co.id, hari ini.
Askolani menambahkan, pemerintah hingga kini masih menggunakan rata-rata harga ICP hingga Maret untuk perhitungan APBN di tahun ini. Menurutnya, hingga perhitungan terakhir, rata-rata ICP masih di kisaran US$ 50 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News