Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Dalam enam tahun terakhir (tahun 2008-2014), rata-rata upah minimum provinsi (UMP) buruh di Indonesia telah naik 115% atau lebih dari dua kali lipat. Namun, hanya 20% buruh yang menikmati manfaat kenaikan rata-rata UMP yang cukup besar tersebut.
"Sisanya, 80% tenaga kerja tak menerima manfaatnya. Bahkan, tingkat upah mereka cenderung turun, terutama buruh tani dan pekerja sektor informal. Kesejahteraan buruh di Indonesia pun kian timpang," ujar Ekonom Universitas Boston, Gustav F Papanek Selasa (2/12).
Papanek mengungkapkan, pada tahun 2008, rata-rata UMP di Indonesia berada pada Rp 743.200. Setiap tahun jumlah tersebut terus melonjak, hingga pada tahun 2014 menjadi Rp 1.595.900.
"Buruh di sektor industri pun menerima pendapatan jauh di atas rata-rata pendapatan masyarakat Indonesia, yang dalam enam tahun terakhir hanya naik 28%,” ujar Papanek.
Sayangnya, lanjut Papanek, peningkatan drastis upah minimum tersebut hanya dirasakan manfaatnya oleh sebagian kecil buruh di Indonesia. Dari 118.864.477 buruh di Indonesia, hanya 23.313.980 buruh yang tercakup oleh upah minimum atau hanya sekitar 20% (BPS, 2014). Jumlah yang tercakup tersebut umum berasal dari kelompok buruh yang bekerja di sektor industri, khususnya di perusahaan besar yang masih memperhatikan penerapan upah minimum.
Sekitar 80% buruh tak terjangkau upah minimum. Mereka ini bekerja di antaranya buruh tani, pekerja informal, buruh bangunan, buruh tidak tetap, dan pekerja rumah tangga.
“Ini artinya UMP semakin tinggi, tapi sebagian besar buruh justru makin tak sejahtera karena hanya sedikit yang menerima manfaatnya. Yang terjadi justru ketimpangan penghasilan yang makin melebar,” kata Papanek. (Adiatmaputra Fajar Pratama)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News