Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan berhak memeriksa perkara perdata antara ahli waris empat orang korban kecelakaan pesawat, dengan Pilatus Aircraft Ltd, United Technology Corporation, Garmin USA, dan PT Mimika Air.
Adapun gugatan dilayangkan atas nama, Wilem Tabuni, Agustina Weitipo, Mikal Numbang, Samuel Mayau, Tripanus Mayau, dan Menas Mayau. Mereka merupakan ahli waris dari korban meninggal yang terdiri dari Demina Murib, Terus Tabuni, Ruben Murib, dan Welem Mayau.
Majelis hakim yang diketuai oleh Amin Sutikno dalam putusan selanya kamis (6/12) menyatakan, menolak eksepsi yang diajukan tergugat. Dalam eksepsinya, Pilatus, United Technology, Garmin USA, dan Mimika Air menilai Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tak berwenang mengadili perkara ini.
Mereka menilai yang berhak mengadili perkara ini adalah Pengadilan Negeri Jakarta Timur, atau Pengadilan Negeri dimana penggugat berdomisili, yaitu Papua. Alasannya, salah satu tergugat, yaitu Mimika Air berada di wilayah hukum Jakarta Timur.
Selain itu mereka juga mendalilkan karena ahli waris korban yang mengajukan gugatan tersebut berada di Papua, seharusnya perkara tersebut juga harusnya dilakukan di sana.
Namun Amin berpendapat lain, menurutnya beberapa tergugat lain, yaitu Pilatus, United Technoligy, dan Garmin USA berdomisili di luar negeri, sesuai dengan pasal 118 ayat 2 KUHPerdata, yang berwenang mengadili perkara ini adalah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Amin juga menilai, demi asas peradilan yang sederhana, cepat dan berbiaya ringan maka permohonan eksepsi tidak dikabulkan. “Oleh karena eksepsi tergugat tidak dikabulkan, maka proses persidangan akan dilanjutkan dengan proses pemeriksaan pokok perkara,” kata Amin.
Atas putusan itu, kuasa hukum penggugat, Rudy T Erwin, mengaku puas. Namun menurutnya perjuangan untuk mencari keadilan para korban kecelakaan pesawat itu belum berakhir. Rudy mengaku siap membuktikan dalil sangkaannya nanti.
Sementara itu, kuasa hukum Pilatus, Riyadi Wahyu bilang pihaknya tidak akan mengajukan banding atas putusan sela hakim. “Saya akan menunggu putusan akhirnya nanti,” ujarnya. Dengan begitu selanjutnya Ia akan membuktikan semua tuduhan yang diajukan penggugat tidaklah benar.
Kasus ini bermula dari kecelakaan pesawat Mimika Air yang terjadi pada 17 April 2009, dan menewaskan sembilan orang penumpangnya. Saat itu pesawat sedang terbang dari Ilaga menuju Mulia, Provinsi Papua Barat, lalu hilang di daerah perbukitan Puncak Jaya.
Karena itu, para korban menuntut pembayaran ganti rugi, namun hanya dipenuhi sebesar US$ 30.000. Dari sembilan orang korban, hanya empat orang ahli waris yang menerima ganti rugi yang ditawarkan.
Menurut ahli waris korban, jumlah ganti rugi itu terlalu kecil, dan tidak memenuhi rasa keadilan. Oleh karena itu, pihaknya menuntut ganti rugi atas kecelakaan yang terjadi sebesar Rp US$ 150 juta. Namun, permintaan itu ditolak oleh Pilatus Aircraft dkk.
Mereka berpendapat ganti rugi sebesar US$ 30.000 sudah cukup. Oleh karena itu, Wilem dkk mengajukan gugatan tersebut. Ia meminta Pilatus dan Aircrfat membayar ganti rugi tersebut secara tanggung renteng.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News