Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Pengadilan Pajak kemarin, Rabu (5/11/2014) membacakan putusan tentang sengketa pajak yang diajukan oleh dua perusahaan yang tergabung dalam Asian Agri Grup (AAG).
Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan pajak menolak permohonan banding yang diajukan oleh kedua anak usaha Asian Agri Grup tersebut dengan alasan tidak memenuhi ketentuan formal dari Pasal 2 e UU Tata Usaha Negara.
Dua anak usaha tersebut merupakan bagian dari 14 anak usaha Asian Agri Grup yang mengajukan banding ke pengadilan pajak. Dengan putusan ini, kedua anak usaha Asian Agri Grup tersebut harus menyetor pajak sebesar Rp 78,5 miliar ke Negara.
Terhadap sengketa ini, Hakim Anggota Djangkung Sudjarwadi memiliki pendapat yang berbeda dengan dua Hakim lainnya, yang menolak permohonan banding kedua anak perusahaan Asian Agri Group tersebut.
Menurut Djangkung, permohonan banding telah memenuhi ketentuan pasal 27 UU No 6 tahun 1983 tentang KUP sebagaimana telah diperbaharui dengan UU No 28 Tahun 2007.
"Surat banding memenuhi peryaratan umum formal sehingga dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan materi," ujarnya, Rabu (5/11).
Ia juga mengatakan terbanding tidak konsisten memproses keberatan pemohon dengan tidak menerapkan pasal 2 huruf e dan mengakui keberatan memenuhi formal sehingga terbanding terbitkan surat keberatan a quo.
Ditambahkannya, disenting opinion juga didasarkan oleh pendapat beberapa ahli. Salah satunya pendapat Hukum prof Gunadi.
Guru Besar Perpajakan Universitas Indonesia itu mengatakan, tujuan hukum pajak adalah bukan untuk mempidana orang. Melainkan lebih kepada upaya untuk mengumpulkan uang untuk mengisi pundi-pundi APBN dari sektor pajak yang akan digunakan untuk pembangunan.
Menururutnya, tujuan hukum pajak juga bukan semata-mata untuk kepastian hukum saja, tapi juga untuk memenuhi rasa keadilan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News