kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Hakim beda pendapat soal putusan Asian Agri


Kamis, 06 November 2014 / 07:03 WIB
Hakim beda pendapat soal putusan Asian Agri
ILUSTRASI. Mulai Selasa (23/5/2023) kemarin, operasional penyelenggaraan ibadah haji 1444H/2023M di Embarkasi Jakarta sudah dimulai. ANTARA FOTO/ Fakhri Hermansyah


Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Pengadilan Pajak kemarin, Rabu (5/11/2014) membacakan putusan tentang sengketa pajak yang diajukan oleh dua perusahaan yang tergabung dalam Asian Agri Grup (AAG). 

Dalam putusannya, Majelis Hakim Pengadilan pajak menolak permohonan banding yang diajukan oleh kedua anak usaha Asian Agri Grup tersebut dengan alasan tidak memenuhi ketentuan formal dari Pasal 2 e UU Tata Usaha Negara.

Dua anak usaha tersebut merupakan bagian dari 14 anak usaha Asian Agri Grup yang mengajukan banding ke pengadilan pajak. Dengan putusan ini, kedua anak usaha Asian Agri Grup tersebut harus menyetor pajak sebesar Rp 78,5 miliar ke Negara.

Terhadap sengketa ini, Hakim Anggota Djangkung Sudjarwadi memiliki pendapat yang berbeda dengan dua Hakim lainnya, yang menolak permohonan banding kedua anak perusahaan Asian Agri Group tersebut.

Menurut Djangkung, permohonan banding telah memenuhi ketentuan pasal 27 UU No 6 tahun 1983 tentang KUP  sebagaimana telah diperbaharui dengan UU No 28 Tahun 2007.

"Surat banding memenuhi peryaratan umum formal sehingga dapat dilanjutkan dengan pemeriksaan materi," ujarnya, Rabu (5/11).

Ia juga mengatakan terbanding tidak konsisten memproses keberatan pemohon dengan tidak menerapkan pasal 2 huruf e dan mengakui keberatan memenuhi formal sehingga terbanding terbitkan surat keberatan a quo.

Ditambahkannya, disenting opinion juga didasarkan oleh pendapat beberapa ahli. Salah satunya  pendapat Hukum prof Gunadi. 

Guru Besar Perpajakan Universitas Indonesia itu mengatakan, tujuan hukum pajak adalah bukan untuk mempidana orang. Melainkan lebih kepada upaya untuk mengumpulkan uang untuk mengisi pundi-pundi APBN dari sektor pajak yang akan digunakan untuk pembangunan. 

Menururutnya, tujuan hukum pajak juga bukan semata-mata untuk kepastian hukum saja, tapi juga untuk memenuhi rasa keadilan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×