kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Guru Besar Universitas Brawijaya: Pemerintah jangan matikan industri rokok


Selasa, 04 Agustus 2020 / 18:03 WIB
Guru Besar Universitas Brawijaya: Pemerintah jangan matikan industri rokok
ILUSTRASI. Pemerintah diminta jangan mematikan industri rokok nasional. Pasalnya, jutaan tenaga kerja hidup dan bekerja di sektor industri kretek nasional.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah diminta jangan mematikan industri rokok nasional. Pasalnya, jutaan tenaga kerja hidup dan bekerja di sektor industri kretek nasional.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya (UB) Malang, Prof. Chandra Fajri Ananda menegaskan, kalau dipaksa untuk mematikan industri rokok nasional, maka pemerintah harus siap menyediakan lapangan kerja bagi petani tembakau dan buruh rokok.

"Dalam kondisi resesi ekonomi seperti saat ini, pemerintah akan mengalami kesulitan untuk menyediakan lapangan kerja pengganti industri rokok nasional," kata Chandra dalam keterangan resminya yang diterima Kontan.co,id, Selasa (4/8).

Baca Juga: Pelaku usaha sambut baik potensi diversifikasi produk tembakau dengan proses ekstrasi

Dalam RPJMN 2020-2024, terdapat klausul rencana penyederhanaan (simplifikasi) tarif cukai menuai polemik hingga saat ini. Menurut Chandra, penerapan simplifikasi cukai dapat mematikan industri rokok nasional. Ia menyarankan agar pemerintah tetap menjalankan aturan yang selama ini sudah berjalan dengan baik.

"Jika dengan cara yang lama, target penerimaan negara dari cukai rokok tetap terpenuhi, menurut saya pemerintah sebaiknya tidak perlu melakukan simplifikasi atau penyederhanaan penarikan cukai, dari 10 tier menjadi 3 tier," terang Chandra.

Menurut Chandra, apabila pemerintah belum dapat menyediakan lapangan pekerjaan pengganti bagi jutaan tenaga kerja industri rokok, namun sudah mematikan industri hasil tembakau, pasti akan mendapatkan protes bertubi-tubi dari jutaan tenaga kerja yang kehilangan pekerjaannya.

"Karena itu RPJMN 2020-2024 yang meniadakan industri hasil tembakau tidak mungkin dapat dilaksanakan," kata dia.

Menurut Chandra, harus diakui, selama ini industri kretek nasional mampu menyerap jutaan tenaga kerja atawa padat karya.  Menurutnya, sampai saat ini belum ada industri lain yang dapat menyerap jutaan tenaga kerja seperti industri rokok. Bahkan, juga memberikan pemasukan ratusan triliunan rupiah bagi negara.

"Jika belum ada, jangan mematikan industri hasil tembakau nasional. Industri hasil tembakau nasional yang bernilai strategis harus dilindungi," tegas Chandra.

Baca Juga: BKF pertegas reformasi kebijakan fiskal melalui penyederhanaan struktur tarif cukai

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×