Reporter: Noverius Laoli | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Gugatan Class Action terhadap dua harian Australia yang melansir data kawat Wikileaks soal Indonesia, yakni The Age Company Ltd, The Sydney Morning Herald dan Kedutaan Besar AS, semakin berlarut-larut.
Pasalnya, Majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menunda sidang tersebut hingga tiga bulan mendatang, yakni pada hari Senin (26/9). Adapun alasanya, karena pihak tergugat mengklaim belum mendapat gugatan tersebut dalam bentuk bahasa Inggris dan belum mendapat surat panggilan resmi terkait gugatan itu dari pengadilan.
Ketua majelis hakim Kasianus Telumbanua, mengatakan, gugatan yang diajukan Serikat Pengacara Rakyat (SPR) kepada tiga tergugat yakni The Age Company Ltd, The Sydney Morning Herald dan Kedutaan Besar AS terkait bocornya data Wikileaks belum bisa diteruskan dalam waktu dekat. Karena, gugatan tersebut sifatnya antar negara sehingga membutuhkan waktu yang lama untuk dapat menghadirkan para pihak ke pengadilan. Karena itu, majelis hakim memutuskan menunda sidang ini hingga tiga bulan ke depan.
"Sidang akan kembali digelar pada haris Senin 26 September," ujar Kasianus di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (28/6).
Selain itu, majelis hakim juga mengingatkan penggugat bahwa gugatan terhadap Kedutaan Besar AS perlu dipertimbangkan lagi. Alasannya, kedutaan besar itu memiliki kekebalan diplomatik alias kekebalan hukum. "Kalau menggugat Keduataan AS, berarti sama dengan mengugat negara AS," ujar Kasianus. Menurut majelis hakim, gugatan kepada negara itu tidak bisa dibenarkan dan belum ada aturannya.
Doly James, dari kantor pengacara Lubis Santosa Maulana, kuasa hukum tergugat dua yakni The Sydney Morning Herald, mengatakan, kliennya hingga kini belum mendapatkan salinan gugatan dari pihak penggugat dalam bentuk bahasa Inggris. Selain itu, Doly juga bilang, surat panggilan resmi dari pengadilan hingga kini juga belum diterima. Karena itu, Kliennya sama sekali belum mendapatkan keterangan resmi, ada tidaknya, gugatan terhadapnya. Menurut Doly, kehadirannya untuk memastikan kepada kliennya bahwa gugatan tersebut benar-benar ada. "Kehadiran saya juga untuk menghargai pengadilan," ujar Doly seusai persidangan.
Sementara Kuasa Hukum Serikat Pengacara Rakyat (SPR), Habibburokhman, menyayangkan penundaan itu. Menurut dia, terjemahan resmi dari penerjemah tersumpah sudah disampaikan. Menurut Habib, pihaknya telah melayangkan salinan gugatannya ke para para pihak melalui kedutaan besar Australia. "Jadi, kalau sekarang mengaku belum menerima, itu omong kosong," ujar Habib.
Habib menambahkan, bila Doly yang berasal dari Kantor pengacara Lubis Santosa Maulana, mengaku belum menerima surat kuasa, itu tidak bisa diterima. Menurutnya, kuasa lisan dalam hukum acara perdata juga bisa dan dibenarkan. Karena itu, pihaknya akan protes kepada Ketua PN Jakpus, Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial.
Terkait dengan Kedutaan Amerika Serikat, Habib mewanti-wanti bahwa alasan kekebalan diplomatik tidak dibenarkan. Habib mencotohkan bahwa Presiden Obama sekalipun, bisa terkena pajak kamacetan saat berkunjung ke Inggris. Petinggi IMF Strauss Kahn, katanya, juga bisa dipidana karena melakukan pelecehan seksual di negeri orang. "Kekebalan diplomatik dalam hal-hal tertentu sangat bisa diabaikan," kata dia.
Gugatan ini diajukan oleh sekelompok masyarakat yang diwakili SPR ini meminta ganti rugi atas tercorengnya nama bangsa Indonesia sebesar U$1 miliar kepada para tergugat, The Age Company Ltd (The Age), The Sydney Morning Herald dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Kedua harian itu memuat tulisan yang mendiskreditkan Presiden Republik Indonesia tanpa melakukan konfirmasi dua sisi (cover both side). Pada Jumat 11 Maret 2011, The Age memuat berita dengan judul "Yudhoyono abused power".
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News