kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,75   -27,98   -3.02%
  • EMAS1.327.000 1,30%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Gubernur BI: Tak perlu panik, depresiasi rupiah masih terkendali


Selasa, 03 Juli 2018 / 16:10 WIB
Gubernur BI: Tak perlu panik, depresiasi rupiah masih terkendali
ILUSTRASI. Gubernur BI Perry Warjiyo


Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Sanny Cicilia

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah kembali mengelami pelemahan hari ini terhadap dollar AS. Di pasar spot, rupiah sempat ke Rp 14.420 per dollar AS, level terlemah sejak 2015. Sedangkan di Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), kurs rupiah melemah ke level Rp 14.418 per dollar AS, dari hari sebelumnya sebesar Rp 14.331 per dollar AS.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Wajiyo menjelaskan, BI harus mengukur segala sesuatu secara relatif, termasuk kurs rupiah. Makanya, dibanding dengan depresiasi mata uang yang dialami negara-negara lain, pelemahan kurs rupiah saat ini masih terkendali.

"Kalau memang negara lain melakukan pelemahan, tidak mungkin kita menguat sendiri. Oleh karena itu, secara relatif, depresiasi rupiah dibanding negara-negara lain masih manageable," jelas Perry di kantornya, Selasa (3/7).

"Sehingga, tidak perlu kemudian menimbulkan suatu kepanikan," tambah Perry. Sebab, pihaknya terus memantau kondisi ini dan melakukan langkah-langkah stabilisasi ekonomi, khususnya nilai tukar rupiah.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, ketidakpastian pasar keuangan dunia semakin tinggi, di tengah berlanjutnya perbaikan ekonomi global. Penurunan Giro Wajib Minimum (GWM) yang dilakukan oleh Bank Sentral China (PBoC) secara mendadak untuk mencegah perekonomiannya melambat di tahun depan karena adanya perang dagang AS-China, semakin meningkatkan ketidakpastian global, selain kenaikan suku bunga Bank Sentral AS (The Fed) yang diperkirakan sebanyak empat kali di 2018 dan tiga kali di 2019.

"Ada juga yang menginterpretasikan, bahwa pelonggaran moneter PBoC untuk melemahkan yuannya dalam rangka terkait perdang dagang yang sekarang terjadi. Mereka ingin dorong ekspornya," kata Mirza dalam kesempatan yang sama.

Di samping itu, Bank Sentral Eropa (ECB) juga mulai mengurangi stimulus moneternya melalui pengurangan pembelian asetnya. "Setelah itu naik suku bunganya. Kemungkinan saja ECB di kuartal kedua 2019 itu mulai naik suku bunganya. Jadi tren global mulai pengetatan likuiditas," tambahnya.

Makanya, aliran modal ke negara berkembang menurun dan mata uang negara berkembang melemah, trermasuk rupiah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×