Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali menerbitkan sukuk global melalui penerbitan US$ 1,25 miliar tenor 5 tahun dan US$ 1,75 miliar tenor 10 tahun yang akan jatuh tempo pada tahun 2023 dan 2028. Sukuk ini disebut Sukuk Wakalah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sukuk ini telah mendapat tiga investment grade dari tiga agency. Oleh karena itu, minat investor yang tercatat sebesar US$ 7,2 miliar.
Ia mengatakan, karena sukuk ini sifatnya khusus, maka dana dari penerbitan ini dikaitkan dengan green project di Indonesia. Baik yang sudah dan akan dilaksanakan.
Ia menyebutkan, green project ini telah tersebar di empat K/L, yakni Kementerian PUPR, Kemenhub, Kementan, dan Kementerian ESDM. “Untuk proyek green 2018, pemerintah memiliki senilai Rp 8,2 triliun proyek yang telah dikategorikan sebagai green project,” kata Sri Mulyani di kantornya, Jakarta, Senin (26/2).
Contohnya, di Kementerian PUPR adalah proyek pengendalian banjir, pengelolaan drainase utama perkotaan, dan pengamanan pantai yang nilainya Rp 501 miliar. Ini kualifikasinya adalah dark green.
Selain itu, di Kemenhub, contohnya adalah pengelolaan prasarana dan fasilitas pendukung kereta api yang dikategorikan medium to dark green dengan nilainya Rp 165 miliar.
Adapun di Kementerian ESDM, contohnya adalah pembangunan infrastruktur energi melalui pemanfaatan aneka EBT yang dikategorikan dark green dengan nilai proyek Rp 743 miliar. Di ESDM juga ada proyek penyehatan pemukiman dan sistem pengelolaan drainase yang dikategorikan medium dan dark green dengan nilai sebesar Rp 149,75 miliar.
“Sedangkan untuk 2016, green project yang sudah selesai nilainya sebesar Rp 8,5 triliun,” ujarnya.
Sri Mulyani bilang, hal ini adalah bentuk komitmen Indonesia dalam menanggulangi bahaya climate change. Dalam upaya ini, pemerintah juga mencatat komposisi investornya.
Untuk tenor 5 tahun, berdasarkan catatan Sri Mulyani, 32% adalah investor Timur Tengah dan Malaysia. Mereka adalah lembaga-lembaga yang berkecimpung di instrumen syariah. Adapun 10% dari dalam negeri, 25% dari Asia di luar Timur Tengah dan Malaysia, 18% dari AS, dan 15% dari Eropa.
“Untuk yang 10 tahun, komposisinya 24% investor Timur Tengah dan Malaysia, 10 % dalam negeri, 12% dari Asia di luar Timur Tengah dan Malaysia, 22% dari AS, dan 32% dari Eropa,” sebutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News