kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

GGRM, HMSP hingga Djarum dapat insentif cukai hingga belasan triliun


Selasa, 31 Agustus 2021 / 19:41 WIB
GGRM, HMSP hingga Djarum dapat insentif cukai hingga belasan triliun
ILUSTRASI. Etalase berbagai macam rokok ada gudang garam, djarum, sampoerna mild, dji sam soe di gerai Indomaret. GGRM, HMSP hingga Djarum dapat insentif cukai hingga belasan triliun.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memberikan insentif berupa penundaan pelunasan pita cukai kepada pabrikan rokok sejak 1 Juli 2021.

Insentif fiskal tersebut telah dinikmati oleh setidaknya 10 besar perusahaan rokok seperti PT Gudang Garam Tbk (GGRM), PT HM Sampoerna Tbk (HMSP), hingga PT Djarum. 

Kebijakan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 93/PMK.04/ 2021 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 57/PMK.04/20217 tentang Penundaan pembayaran cukai untuk Pengusaha Pabrik atau Importir Barang Kena Cukai yang Melaksanakan Pelunasan dengan Cara Pelekatan Pita Cukai. 

Beleid tersebut memberikan relaksasi pelunasan pembayaran pita cukai menjadi 90 hari, tadinya hanya dalam waktu 60 hari. Aturan ini berlaku untuk pabrikan rokok yang memesan pita cukai pada periode 9 April 2021 hingga 9 Juli 2021.

Baca Juga: Kenaikan Tarif Cukai Rokok Dinilai Akan Menambah Beban Industri Hasil Tembakau

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu yang dihimpun Kontan.co.id, menunjukkan sampai dengan 25 Agustus 2021 tercatat ada sepuluh pabrik rokok yang memanfaatkan relaksasi pelunasan pita cukai dengan nilai total sebesar Rp 43,23 triliun. 

Pemberian insentif itu setara dengan 34,5% terhadap total penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) pada periode sama sebesar Rp 125,28 triliun. Insentif ini diberikan kepada total 87 pabrik. 

Secara berurutan sepuluh perusahaan terbanyak yang telah menikmati insentif dalam PMK 93/2021 antara lain GGRM Rp 17,46 triliun, HMSP Rp 12,38 triliun, dan PT Djarum Rp 6,23 triliun.

Kemudian di PT Cakra Guna Cipta, PT Sukun, PT Merapi Agung Lestari, PT Gelora Djaja, PT Nojorono Tobacco International, PT Karya Timur Prima, dan pabrikan lainnya.

Baca Juga: Layangkan surat ke Presiden Jokowi, Gappri minta pemerintah tak naikkan cukai 2022

Direktur Jenderal (Dirjen) Bea Cukai Kemenkeu Askolani mengatakan, diterbitkannya PMK 93/2021 merupakan bentuk tindakan responsif pemerintah dalam menindaklanjuti aspirasi pada asosiasi pengusaha pabrik hasil tembakau, terkait permohonan pemberian relaksasi pembayaran cukai.

“Sehingga kebijakan tersebut dapat bantu relaksasi cashflow pengusaha sampai dengan bulan Oktober nanti,” kata Askolani saat dihubungi Kontan.co.id beberapa waktu lalu. 

Askolani menekankan terhadap pemesanan pita cukai dengan penundaan yang jatuh tempo penundaan melewati tanggal 31 Desember 2021, maka batas pelunasannya tetap sama.

Baca Juga: Insentif modal kerja sektor pariwisata, transportasi akan turun di semester II-2021

“Pemberian relaksasi akan tetap ditangani oleh Bea Cukai secara cermat dengan memegang prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan keuangan negara,” kata Askolani.

Bahkan sampai dengan Oktober 2021, Bea Cukai menaksir pemberian insentif pelunasan pita cukai menjadi tiga bulan mencapai Rp 71 triliun. Artinya masih ada sekitar Rp 27,8 triliun nilai insentif dalam PMK 93/2021 yang bisa digunakan oleh pabrik rokok. 

Hanya saja Askolani menegaskan, adanya relaksasi tersebut hanya berupa penundaan, bukan pelunasan. Maka tidak akan mempengaruhi penerimaan bea cukai pada akhir tahun 2021. 

Namun yang jelas, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan implementasi PMK 93/2021 sudah memberikan dampak terhadap penerimaan CHT hingga akhir Juli 2021. 

Oleh karenanya, Menkeu menjelaskan realisasi penerimaan cukai dalam tujuh bulan di tahun ini hanya mampu tumbuh 18,4% year on year (yoy) dari sebelumnya pada akhir Juni 2021 yang tumbuh hingga 21,4% yoy.

Baca Juga: Industri tembakau menantang, Bentoel (RMBA) berharap ada regulasi yang berimbang

Adapun Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2021 mencatat realisasi penerimaan cukai rokok sepanjang Januari-Juli 2021 sebesar Rp 104,54 triliun. Angka tersebut setara dengan 58,08% terhadap target akhir 2021 sejumlah Rp 180 triliun.

“Namun produksi hasil tembakau hanya tumbuh 2,8% year to date (ytd), kalau dari sisi produksi tidak setinggi kenaikan penerimaan cukainya. Tarif rata-rata tertimbang hanya tumbuh 10,4% ytd, ini lebih rendah dari tarif normatif yang 12,5%,” kata Menkeu saat Konferensi Pers APBN pekan lalu.

Sri Mulyani menyampaikan, artinya perusahaan rokok menjual di bawah dari harga banderolnya. Tapi, adanya kenaikan CHT 2021 tetap mampu mendorong penerimaan bea cukai untuk tetap tumbuh positif.  “Terutama untuk pabrik rokok golongan 1 yang struktur tarifnya memang tinggi dan produksi belum optimal,” kata Menkeu. 

Sebelumnya, Ketua Umum Gabung Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan bersyukur karena dengan adanya PMK 93/2021 cashflow pabrikan dapat bertahan di tengah dampak pandemi virus corona. 

Menurutnya, insentif tersebut penting sebab saat ini demand masyarakat terhadap rokok sedang mengusut akibat adanya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). 

Selanjutnya: Simak rekomendasi saham HMSP, PTPP, dan PTBA untuk Jumat (27/8)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×