kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Layangkan surat ke Presiden Jokowi, Gappri minta pemerintah tak naikkan cukai 2022


Kamis, 12 Agustus 2021 / 19:46 WIB
Layangkan surat ke Presiden Jokowi, Gappri minta pemerintah tak naikkan cukai 2022
ILUSTRASI. Cukai Rokok.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) melayangkan surat permohonan kepada Jokowi agar tarif cukai industri hasil tembakau (IHT) pada tahun 2022 tidak naik.

Hal itu merujuk surat resmi Perkumpulan Gappritertanggal 9 Agustus 2021, dengan nomor D.0831/P.GAPPRI/VIII/2021, perihal Permohonan agar tarif cukai industri hasil tembakau (IHT) pada tahun 2022 tidak naik/tetap sebesar tarif IHT pada tahun 2021.

Menurut Ketua Umum Perkumpulan Gappri, Henry Najoan, sebagai wadah konfederasi industri hasil tembakau jenis produk khas kretek, yang beranggotakan pabrikan golongan I (besar), golongan II (menengah), dan golongan III (kecil), GAPPRI merasa berkewajiban menyampaikan aspirasi kepada Presiden Jokowi mengenai situasi penjualan produk IHT khususnya kretek yang terpuruk sejak tahun 2020 akibat 3 faktor utama.

Menurut Henry, faktor pertama, adanya kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) yang sangat tinggi di tahun 2020 dengan rata-rata kenaikan 23% dan Harga Jual Eceran (HJE) 35% sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/PMK.010/2019 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 136/PMK.010/2017 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, serta kenaikan cukai tahun 2021 dengan rata-rata kenaikan 12,5% sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 198/PMK.010/2020 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau.

Baca Juga: Pemerintah didesak tetap naikkan cukai rokok, ini alasannya

“Artinya, 68% dari setiap penjualan rokok legal diberikan kepada pemerintah sebagai cukai dan pajak,” kata Henry Najoan dalam keterangan resminya, Kamis (12/8).

Faktor kedua, daya beli masyarakat turun sepanjang tahun 2020 dan 2021 sebagai dampak pandemi Covid-19. Hal ini sangat memukul industri karena terjadi banyak penurunan, baik dari sisi bahan baku, produksi hingga omzet. 

Henry Najoan mengatakan, kondisi turunnya penjualan rokok legal cukup drastis. Misalnya, produksi Sigaret Kretek Mesin (SKM) legal tahun 2020 turun sekitar 17,4% dan sampai kuartal II tahun 2021, perkembangan hingga Mei 2021 tren penurunan produksi SKM masih terjadi di kisaran negatif 7,5% dibandingkan tahun 2020. 

“Gappri memprediksi penurunan produksi tahun 2021 lebih kurang negatif 15%. Tren produksi negatif ini akan semakin memperparah kondisi IHT nasional sehingga akan berpengaruh pada penerimaan negara,” tegas Henry Najoan. 

Faktor ketiga, lanjut Henry, peredaran rokok ilegal meningkat pesat yang menggerus pangsa pasar rokok legal yang relatif mahal sebagai dampak kenaikan cukai sangat tinggi. 

“Kajian resmi kami menyebutkan bahwa peredaran rokok ilegal di pasar saat ini telah mencapai 15% dari produksi rokok nasional,” imbuh Henry Najoan.

Gappri memandang perlunya Pemerintah Indonesia belajar dari beberapa negara tetangga, dimana Pemerintah cukup bijak terhadap industri heritage bangsanya. Diantaranya, India, Korea Selatan, Malaysia, Kamboja, Thailand, Bangladesh tidak menaikan tarif cukai, sementara pemerintah Filipina menaikan 5% sesuai kebijakan jangka panjangnya tahun 2020-2024, dan Singapura juga tidak menaikan tatif CHT.

Baca Juga: Pelaku usaha kecil HPTL minta perlindungan serta kepastian regulasi

“Kami berharap pemerintah untuk menjaga kelangsungan industri hasil tembakau nasional sebagai wujud kemandirian bangsa sebagaimana negara-negara tersebut,” kata Henry Najoan. 



TERBARU

[X]
×