Reporter: Syarifah Nur Aida | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menilai bahwa pemerintahan saat ini belum fokus pada pengembangan pangan. Anggota Dewan Pakar Gerindra, Endang Setyawati Tohari, menilai prioritas sektor pertanian harus menyesuaikan dengan potensi dan kekayaan setiap daerah di Indonesia.
Gerindra mengklaim, sejak awal memfokuskan pada program kedaulatan pangan. Konsentrasi pada pangan pertanian juga tak lepas dari peran pendiri partai yakni Prabowo Subianto yang juga menjabat Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI).
Endang mengingatkan, selain beras, ibu pertiwi juga menjadi tuan rumah bagi setidaknya 77 sumber karbohidrat lain, di antaranya umbi-umbian, jagung, dan sagu. Jika pemerintah punya political will yang kuat, seharusnya tak ada lagi hambatan bagi Indonesia dalam mengembangkan masing-masing sumber daya alam tersebut.
Soal pengembangan pertanian dan pangan, menurut Endang, kebijakan harus menyeluruh dan mencakup semua faktor, mulai hulu hingga ke hilir. Politisi partai Kepala Burung Garuda ini mencontohkan fasilitas yang bisa ditingkatkan, seperti plasma nutfah.
Endang ingat betul saat ia menjabat sebagai Direktur Agriculture Research Management, sebuah lembaga riset pertanian. Dukungan pemerintah bagi peneliti saat ini minim. "Peneliti harus diberi intensif yang baik agar ilmunya tak sia-sia," jelasnya.
Sampai saat ini, banyak penelitian cemerlang yang hanya berakhir di tumpukan buku perpustakaan, tanpa implementasi. Ini akibat kurangnya dukungan. Selain itu, tidak adanya grand strategy pertanian semisal zaman Soeharto dahulu. Ini menyebabkan banyak rencana pemerintah saat ini tak berlangsung lama akibat pergantian pejabat.
Meski demikian, ia menilai zaman orde baru mempunyai kekeliruan, yakni terlalu fokus pada beras. Maka, partai bernomor urut enam pada pemilihan umum ini kini menggenjot efisiensi pertanian merujuk pada kearifan lokal.
Agar program pangan ini berjalan lancar, Gerindra ingin Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang kini berdurasi sepuluh tahun diubah menjadi 25 tahun sampai 30 tahun. Tujuannya agar jika ada pergantian pejabat, program yang bagus tak dikebiri. Tak hanya itu, Gerindra menilai upaya pemerintah meningkatkan ketahanan pangan lewat subsidi pupuk dan benih senilai total Rp 22,6 triliun pun dirasa belum cukup.
Langkah konkret lain perlu diambil, misalnya perbaikan atas 77 hektare lahan hutan yang rusak. Gerindra juga menawarkan program adanya bank pertanian untuk memudahkan petani mendapat pinjaman, serta asuransi pertanian. "Kalau-kalau gagal panen, akibat bencana," jelasnya.
Partai ini juga berjanji untuk mengeluarkan kebijakan pembatasan impor pangan. "Indonesia bisa memenuhi kebutuhan pangan sendiri. Tapi nyatanya, beras, jagung, kedelai bahkan sampai garam kita impor," kata Wakil Ketua Umum Gerindra, Fadli Zon.
Untuk itu, guna mencapai kedaulatan pangan, Gerindra janji memperjuangkan 10% belanja APBN dialokasikan untuk pertanian.
Percuma bujet naik tanpa sistem baik Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro sependapat dengan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) mengenai ada sisi positif yang dapat dipetik dari zaman orde baru. Yakni kebijakan sektor pertanian meski tak dipungkiri, saat itu masa kejayaan sektor pertanian yang ditandai swasembada pangan. Siti menilai, sangat lazim bagi partai pimpinan Prabowo Subianto tersebut untuk berkaca pada era Presiden Soeharto mengingat kala itu pertanian terkelola dengan cukup baik. Soal program yang berganti seiring dengan habisnya masa jabatan pejabat pertanian, Siti menilai hal tersebut sudah lazim terjadi, bahkan sejak orde baru. "Memang itu penyakitnya, setiap ganti menteri ganti juga kebijakan," katanya. Karena itu, pemerintah harus punya alat untuk mengontrol perubahan semacam itu. Usulan perpanjangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) yang diusulkan Gerindra, bisa menjadi salah satu solusinya. Soal usulan dibentuknya bank pertanian, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati menilai wacana tersebut masih dalam ranah perdebatan. "Yang bermasalah sistem perbankannya, apakah kemudian solusinya dibuat lembaga khusus? Belum tentu," ujarnya. Alih-alih memprioritaskan bank pertanian, menurutnya penekanan pada perbaikan sistem perbankan agar petani diberikan kemudahan dalam hal mengajukan jaminan sehingga bisa meraih kredit. Namun, ia sepakat soal perlunya asuransi bagi petani khususnya jika mereka terkena bencana alam. Enny menilai, seberapa pun besar dana yang digelontorkan dari APBN, misal 10% seperti usulan Gerindra, atau bahkan lebih, tidak akan banyak berpengaruh jika sistem tidak diperbaiki. "Seharusnya menekankan pada perbaikan sistem kualitas d benih tepat guna serta sampai langsung ke petani," jelasnya. |
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News