Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah tengah berupaya menerapkan berbagai kebijakan untuk menggenjot ekspor Indonesia. Salah satunya adalah dengan menyederhanakan aturan ekspor kendaraan bermotor dalam kendaraan utuh (completely build up/CBU).
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-01/BC/2019 tentang Tata Laksana Ekspor Kendaraan Bermotor dalam Bentuk Jadi.
Terdapat beberapa kemudahan yang ditawarkan pemerintah dalam aturan ini. Salah satunya, ekspor kendaraan bermotor CBU dapat dimasukkan ke kawasan pabean tempat pemuatan sebelum dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) diajukan.
Padahal sebelumnya, eksportir harus melakukan pemberitahuan ekspor barang terlebih dahulu sebelum barang ekspor masuk kawasan pabean.
Kemudahan selanjutnya , pemasukan ke kawasan pabean pun tidak memerlukan Nota Pelayanan Ekspor (NPE). Tak hanya itu, pembetulan jumlah dan jenis barang paling lambat dilakukan tiga hari sejak tanggal keberangkatan kapal.
“Dengan adanya perdirjen ini, makka PEB dapat diajukan sesudah barang masuk di kawasan pabean. Kalau dulu, semua dipenuhi dulu termasuk rincian dan akurasi dari barang dan dokumen sebelum masuk ke kawasan pabean. Dan ini menimbulkan banyak implikasi,” tutur Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Selasa (12/2).
Sebelum Perdirjen ini diterbitkan, eksportir kendaraan bermotor memang wajib mengajukan PEB, menyampaikan NPE, dan pembetulan jumlah dan jenis barang harus dilakukan paling lambat sebelum masuk kawasan pabean.
Bahkan, masih ada proses grouping atau pengelompokan ekspor seperti berdasarkan waktu keberangkatan kapal, negara tujuan, vehicle identification number (VIN), jenis transmisi, sarana pengangkut, dan waktu produksi.
Sri Mulyani mengatakan, dengan adanya aturan ini maka akan ada data yang akurat. Pasalnya, proses bisnis dilakukan secara otomatis melalui integrasi data antara perusahaan, tempat penimbunan sementara dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pengumpulan di gudang eksportir pun akan berkurang sehingga inventory level tendah. Sri Mulyani menyebut, dengan inventory level yang rendah maka akan membuat perusahaan lebih kompetitif. Ini dikarenakan stock level bisa diturunkan 36%.
Keuntungan lain yang bisa didapatkan adalah jangka waktu penumpukan di gudang penimbunan sementara dapat dimaksimalkan karena proses grouping dan final quality control sebelum pengajuan PEB dapat dilakukan di TPS.
Lalu, akan ada penurunan biaya trucking, karena truk yang berkurang dan logistic partner tidak perlu investasi truk dalam jumlah banyak. Ini pun dapat mengevisiensikan pemakaian truk. “Dengan berkurangnya truk yang berlalu lalang maka dari sisi kemacetan, juga kerusakan jalan itu juga akan menurun,” terang Sri Mulyani.
Lebih lanjut Sri Mulyani mengatakan, dengan adanya kemudahan yang diberikan, biaya yang dapat ditekan baik dari sisi logistik seperti penyimpanan, dan handling hingga biaya trucking, akan ada penghematan sebesar Rp 750.000 rupiah per unit mobil. Menurut Sri Mulyani, ini merupakan jumlah yang besar mengingat jumlah kendaraan yang diekspor di tahun lalu sebesar 297.000 kendaraan.
“Menurut estimasi, dari lima perusahaan eksportir mobil CBU yang terbesar, total efisiensinya total Rp 314,4 miliar per tahun,” tambah Sri Mulyani.
Tren ekspor dan impor kendaraan indonesia pun menunjukkan hal yang positif. Pada 2014 ekspor tercatat sebesar 51,57% dan impor 48,43%. Ekspor di 2015 sebesar 55,40% dan impor sebesar 44,60%, lalu ekspor di 2016 sebesar 61,40%, dan impor sebesar 38,60%.
Ekspor di 2017 sebesar 53,16% dan impor 46,86%. Sementara, di 2018 ekspor yang tercatat sebesar 63,56% dengan impor 36,44%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News