kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Gembar-gembor gijzeling tak efektif genjot pajak


Minggu, 16 Juli 2017 / 23:11 WIB
Gembar-gembor gijzeling tak efektif genjot pajak


Reporter: Elisabeth Adventa | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak terus berupaya untuk mendongkrak penerimaan pajak dengan cara mempertegas pelaksanaan aturan. Salah satunya dengan mengintensifkan penyanderaan atau gijzeling pada penunggak pajak yang bandel.

Tahun ini, Ditjen Pajak menargetkan bisa mengumpulkan penerimaan sebesar Rp 79 triliun dari pos law enforcement, salah satunya gijzeling.

Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Tutum Rahanta berpendapat langkah apapun yang dilakukan DJP merupakan hak dan tugas mereka, termasuk gijzeling.

"Begini ya, apapun yang dilakukan ada tugas dan hak mereka, mau ditahan atau mau apa. Tapi jangan terkesan langkah ini hanya memprovokasi dan menakut-nakuti. Itu yang tidak boleh," ujar Tutum, Minggu (16/7).

Ia mengatakan pengumuman gijzeling yang dilakukan lewat pemberitaan terkesan menakut-nakuti. "Dengan setiap orang membaca berita dengan kejadian seperti ini, tiap orang akan merasa takut," kata Tutum.

Menurut Tutum, apapun langkah yang dilakukan pemerintah harus melalui cara-cara yang benar. Ada naiknya jika gijzeling ini disosialisasikan lewat pendekatan yang lebih elegan.

"Berikan saja pengumuman yang lebih ke arah pembinaan. Tidak perlu terkesan menakut-nakuti seperti ini. Kan tujuannya sama, meningkatkan penerimaan," ungkapnya.

Sedangkan, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Hariyadi Sukamdani berpendapat cara Ditjen Pajak gembar-gemborkan gijzeling kurang tepat. Karena, cara seperti ini dinilai tidak akan efektif untuk mendongkrak penerimaan pajak.

"Kita ini sedang membangun kepercayaan. Orang sudah mau ikut tax amnesty. Penerimaan dari TA juga maksimal, tapi masih diancam dengan cara seperti ini," tukas Hariyadi.

Pernyataan Ditjen Pajak soal gijzeling menurut Hariyadi bisa memicu antipati dari masyarakat, mengingat kondisi ekonomi dan politik yang belum stabil.

"Kalau mau menjalankan gijzeling, silakan saja. Tapi tidak perlu gembar-gembor. Secara psikologis orang itu tidak suka seakan diancam," paparnya.

Belum lagi soal target yang dipatok untuk mengeksekusi gijzeling. Hariyadi bilang adanya tersebut bisa menimbulkan komunikasi yang buruk dengan masyarakat. Persoalannya, oknum yang tidak taat pajak tidak sebanyak masyarakat yang patuh. Jadi target tersebut dianggap sia-sia.

"Lama-lama bisa menimbulkan abuse of power kalau seperti ini. Cara-cara komunikasinya menurut saya tidak tepat. Tidak ada hubungannya antara gijzeling ini dengan penerimaan. Kalau kondisi ekonominya lagi jelek, mau apa," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×